Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, ‘Radio’, di harian Bali Post, Minggu, 30 Januari 2011, oleh I Wayan Juniartha. Diterjemahkan oleh Putu Semiada


RADIO

Apakah gunanya radio?

“Untuk hiburan jika televisinya sedang rusak,” jawab I Wayan Sinetron Mata Balon.

Jaman sekarang yang paling berkuasa adalah televisi, lalu kenapa mesti ada orang yang masih suka mendengarkan radio, kresek-kresek lagi?

Contohnya I Wayan. Semenjak dia mempunyai televisi 32 inchi, jangankan hendak mendengarkan radio, istrinya saja yang teriak-teriak minta tolong saat ada kecoak tidak dihiraukannya. Boro-boro hirau sama istrinya, justru dia malah asyik menonton Cinta Fitri, Putri Yang Tertukar, sampai-sampai suara gendongan pun luput dari perhatiannya.

Acara apa sih yang ada di radio yang tidak ada di televisi. Lagu dangdut? Ada. Sampai penyanyinyapun bias kita lihat dengan jelas sekali. Sedangkan di radio cuma suara nya saja.

Lagu pop Bali? Tidak terhitung jumlahnya. Mulai dari kecantikan Dek Ulik hingga Trio Januadi bias kita nikmati.

“Jelas banyak sekali gunanya radio. Bisa dipakai sebagai menyambung silahturami, bias juga nge-break bareng-bareng di waktu malam. Dan jika beruntung bias mojok sama Jamu Sentul (Janda Muda Senggol Bedik Langsung Mentul),” begitu kata I Made Kejat-Kejit Buang (I Made Wajah Cabul).

Krama sekaa tuaknya hanya geleng-geleng kepala saja mendengar ocehan I Made. Mereka lagi serius-seriusnya membahas tentang radio, I Made malah sibuk berceloteh tentang nge-break. Jelas sekali dia termasuk orangnya memang berwatak cabul, jadi dimanapun dia berada tetap akan seperti itu. Jika dia menjadi dukun (balian), jelas ujung-ujungnya akan menjadi balian cabul, jika dia jadi PNS, pasti akan menjadi PNS SS (Pang Nyidaang Selingkuh Sai-Sai = Bisa Selingkuh Sesering Mungkin), jika dia menjadi pendengar radio, pasti kegemarannya cuma mojok.

“Kok sepertinnya semua tidak ada yang menghargai radio? Meskipun jelek dan jadul, meskipun tidak ada gambarnya, tidak ada pembawa acara yang seksi, radio tetap masih ada manfaatnya,” kata I Ketut Sekali Di Udara Tetap Di Udara.

“Radio harganya murah, perawatannya gampang, tidak banyak memakan energi listrik, dan masih bisa sambil mengerjakan pekerjaan lainnya.”

Sambil mendengarkan radio kita bisa membuat perlengkapan sesaji (nyait), menyetrika pakaian maupun mengupas bawang. Coba kalian mengiris bawang sambil menonton Cinta Fitri, pasti jari kalian akan kena iris pisau, karena kalian tetap tidak bergeser dari layar televisinya.”

“Membuat stasiun radio yang kecil gampang sekali dan ongkosnya juga tidak terlalu mahal. Tidak seperti membuat stasiun televise yang bisa menghabiskan milyaran rupiah.”

Karena membuat stasiun televisi perlu uang yang banyak sekali, jadinya hanya orang kaya saja yang bisa memiliki stasiun televise.Karena yang punya hanya orang kaya, sehingga siaran-siarannya hanya berkisar tentang kehidupan orang kaya saja.

Mengingat membuat stasiun radio kecil, radio komunitas, tidak terlalu mahal biayanya, jadinya banjar, desa, subak, koperasi, dan komunitas-komunitas lainnya bisa membuat radio.

“Radio komunitas tersebut yang akan bisa memberikan informasi yang beragam, bukan saja urusan mobil mewah, parfum baru, HP baru maupun perihal rebutan cewek seperti yang ada di sineton-sinetron di televisi terebut.”

Sekarang barulah mereka manggut-manggut.

Jadi apa gunanya radio?

Sebagai sumber informasi alternatif dan pembanding.

Jika tidak bisa, bisa juga radionya dipakai sebagai pengganjal pintu. Jika menggunakan televise sepertinya terlalu besar.