Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Showing posts with label Kab. Gianyar. Show all posts
Oleh: Agung Bawantara

Ini adalah acara yang sangat menarik untuk disaksikan. Sebuah acara tahunan yang menyajikan pagelaran kolaborasi seni klasik dan modern. Acara tersebut adalah "Gempita Gianyar 2010" yang akan diselenggarakan pada tanggal 2-3 Juli 2010 di Lapangan Astina, Ubud, Gianyar. Seniman kenamaan yang terlibat dalam gelaran tersebut antara lain: I Ketut Rina, Dewa Bujana, Gita Gutawa, Ayu Laksmi, Oka Dalem, dan Jay Subyakto.

Tahun ini, acara yang pada dua penyelenggaraan sebelumnya berlangsung sangat marak itu, menyajikan Pagelaran Tri Hita Karana, Ubud Street Bash, Peliatan Royal Heritage Dinner, dan Youth Art Camp.

Pagelaran Tri Hita Karana merupakan pagelaran utama Gempita Gianyar yang akan menampilkan pertunjukan kolaborasi tari dan musik Bali di atas panggung terbuka. Sebagaimana tajuknya, Tri Hita Karana, pagelaran ini menampilkan pemaknaan harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alamnya. Pagelaran yang akan membuka Gempita Gianyar ini menghadirkan musisi kenamaan Dewa Budjana yang akan berkolaborasi dengan penyanyi Gita Gutawa, Ayu Laksmi, maestro tari Bali Ketut Rina, Oka Dalem dan 150 seniman lainnya. Tata panggung dan cahaya pementasan kolosal ini akan digarap oleh Jay Subyakto. Pagelaran Tri Hita Karana akan diselenggarakan pada Jumat, 2 Juli 2010 pukul 21:00 WITA.

Hari berikutnya, acara dilanjutkan dengan Parade Ubud Street Bash yaitu karnaval budaya dan fashion jalanan. Diperkirakan lebih dari 1000 orang akan berpartisipasi dalam parade ini. Ada Ogoh-Ogoh dari tujuh kecamatan di Gianyar, fashion show rancangan 25 designer yang masing-masing menampilkan rancangan berbahan tenun Bali dengan resort wear. Para perancang busana yang akan berpartisipasi antara lain: Chossy Latu, Denny Wirawan, Oka Diputra, Putu Aliki, Sofie, Tude Togog, Tjok Abi, Taruna K Kusmayadi, Deden Siswanto, Ivan Gunawan, Era Soekamto, Barli Asmara, Syahreza Muslim, Ali Charisma, Ari Seputra, Ade Sagi, Danny Satriadi, Oscar Lawalata, Angelica Wu, Dina Midiani, Dwi Iskandar, Enny Ming, Lenny Agustin, Malik Moestam, Monika Weber, Yenli Wijaya, dan Thomas Sigar. Parade yang akan diselenggarakan pada pukul 16:00 WITA ini akan dimulai dari Puri Ubud dan berakhir di lapangan Astina Ubud.

Sebagai acara penutupan, akan digelar Peliatan Royal Heritage Dinner. Ini adalah sebuah program khusus bagi tamu-tamu penting dan pendukung Gempita Gianyar. Acara ini merupakan jamuan makan malam bertajuk dengan format khas dan otentik tradisional kerajaan Bali. Pada jamuan makan malam ini, akan ditampilkan pertunjukan tari klasik India persembahan dari Kedutaan Besar India, disandingkan dengan persembahan tari klasik Bali oleh maestro-maestro Peliatan. Persandingan ini merupakan semacam ungkapan rasa persaudaraan mengingat asal-usul seni tradisional Bali berakar dari seni India klasik.

Jamuan makan malam ini diselenggarakan di Puri Peliatan pada tanggal 3 Juli 2010 pada pukul 19:30 WITA. Rencananya, para petinggi Pemerintahan baik dari Gianyar maupun luar Gianyar, dan tokoh-tokoh industri pariwisata Bali akan hadir pada jamuan makan yang eksotik itu.

Di luar acara pagelaran, Gempita Gianyar dilengkapi dengan sharing semangat dan pengalaman kreatif dari para maestro kepada para remaja Bali dalam sebuah kegiatan bertajuk Youth Art Camp. Program ini merupakan sebuah summer camp selama lima hari, diikuti oleh remaja usia 15-20 tahun yang memiliki minat untuk mempelajari seni, budaya dan tradisi Bali. Program ini berlangsung pada tanggal 30 Juni hingga 4 Juli 2010.

Penyelenggaraan Gempita Gianyar tahun ini di Ubud sekaligus sebagai perayaan atas terpillihnya Ubud sebagai “The Best City in Asia 2010” oleh Conde Nast, sebuah media pariwisata bergengsi di Amerika.

On Labels: , | 0 Comment


Oleh: Agung Bawantara

Ini salah satu pura tertua di Bali. Letaknya di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Pura ini erat sekali kaitannya dengan perjalanan Rsi Markandya, seorang resi dari Pasraman Gunung Raung, Jawa Timur, ke Bali untuk menyebarkan ajaran Sanatana Dharma (Kebenaran Abadi) yang kini dikenal dengan sebutan Hindu Dharma.

Setelah terlebih dahulu mengawali langkahnya dengan mendirikan Pura Basukian di Besakih, selanjutnya Rsi Markandya membangun pasraman (semacam pesantrian) di Taro. Pasraman inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pura Gunung Raung di Desa Taro tersebut.

Di desa Taro, Pura Gunung Raung ini terletak persis di tengah-tengah desa dan menjadi pembatas Banjar Taro Kaja (utara) dan Banjar Taro Kelod (selatan). Ini adalah sesuatu yang unik, sebab pada umumnya letak pura di Desa Kuno di Bali adalah di daerah hulu dan di daerah hilir desa.

Tentang perjalanan Rsi Markandya, menurut lontar Bali Tatwa, mulanya Sang Resi berasrama di Damalung, Jawa Timur. Selanjutnya, beliau mengadakan tirthayatra (perjalanan suci) ke arah timur hingga ke Gunung Hyang (Dieng). Tak ada tempat ideal yang ia temukan sebagai pasraman dalam perjalanan suci tersebut. Resi Markandya pun melanjutkan perjalanannya ke arah timur hingga tiba di Gunung Raung, Jawa Timur. Di tempat inilah beliau membangun asrama dan melakukan pertapaan.

Suatu hari, dalam samadinya, beliau mendapatkan petunjuk agar meneruskan perjalanan ke arah timur lagi, yakni ke Pulau Bali. Petunjuk itu pun dilaksanakannya. Diiringi 8000 pengikut, beliau melanjutkan perjalanan sucinya ke Bali.

Tiba di sebuah tempat yang berhutan lebat di lambung Gunung Agung, Rsi Markandya berkemah dan membuka areal pertanian. Namun, para pengikut beliau terkena wabah penyakit hingga sebagian di antaranya meninggal dunia. Hanya sekitar 4000 pengikut saja yang tersisa.

Melihat keadaan itu, Resi Markandya kembali ke Jawa Timur untuk bersamadi dan memohon petunjuk. Tuhan yang menampakkan dirinya sebagai Sang Hyang Pasupati kemudian hadir dan memberi tahu Sang Rsi bahwa kesalahannya adalah tidak melakukan ritual dan mempersembahkan sesaji untuk mohon izin saat hendak merambah hutan. Mendapat keterangan demikian, Resi Markandya kembali menuju Bali dan terus menuju Gunung Agung (Ukir Raja). Saat itu beliau diring oleh para pengikut yang disebut Wong Age.

Setiba di Gunung Agung, Rsi Markandya mengadakan upacara dengan menanam Panca Datu yaitu lima jenis logam (emas, perak, besi, perunggu, timah) yang merupakan simbolis dari kekuatan alam semesta. Di tempat pelaksanaan ritual dan pemendaman panca datu tersebut kemudian didirikan pura yang dinamakan Pura Basukian yang menjadi cikap bakal berdirinya kompleks Pura Besakih.

Setelah itu memendam panca datu dan melakukan ritual lainnya, barulah kemudian Sang Rsi memerintahkan pengikutnya untuk membuka lahan pertanian menurun hingga ke Gunung Lebah di Ubud. Sampai di sebuah lahan yang cukup strategis, beliau mengadakan penataan seperti pembagian lahan untuk perumahan dan pertaian untuk para pengikutnya. Desa itu kemudian dinamakan Desa Puakan.

Selanjutnya, Rsi Markadya juga memerintahkan sebagian pengikutnya membuka lahan hingga ke sebuah tempat yang subur yang dinamakan Desa Sarwa Ada. Di sana beliau juga melakukan penataan dan pembagian lahan bagi para pengikutnya. Dan, setelah semua pengikutnya mendapatkan lahan untuk melanjutkan dan mengembangkan kehidupannya, beliau kemudian membangun sebuah pasraman yang serupa dengan pasramannya di Gunung Raung, Jawa Timur. Entah kenapa, pada saat itu kembali Resi Markandya mendapatkan banyak gangguan dan kesulitan.

Seperti sebelumnya, Rsi Markandya kembali ke Jawa Timur dan mengadakan samadi. Tak ada petunjuk apa pun yang beliau peroleh selain perintah untuk kembali melakukan samadi di pasraman beliau di Bali. Ketika petunjuk itu beliau turuti, Rsi Markandya melihat seberkas sinar cemerlang memancar dari sebuah tempat. Ketika didekatinya, sinar tersebut berasal dari sebatang pohon. Di pokok pohon yang menyala itulah Rsi Markandya mendirikan pura yang sekarang dinamakan Pura Gunung Raung.

Pura dengan pohon yang bersinar tersebut menjadi pusat desa. Karenanya, desa tersebut dinamakan Desa Taro. Taro berasal dari kata ”taru” yang berarti pohon. Sedangkan nama pura dan pasramannya sama dengan nama sebelumnya yakni Gunung Raung.

Sebelumnya, di Desa Taro, hidup sapi putih yang dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai keturunan Lembu Nandini (Tunggangan Dewa Siwa). Sapi putih itu dikeramatkan oleh penduduk di Desa Taro. Dang Hyang Markandya adalah seorang resi yang menganut paham Waisnawa, namun dengan membiarkan masyarakat tetap mengeramatkan sapi putih itu, menunjukan bahwan beliau menghormati keberadaan paham Siwaisme yang sudah sempat tumbuh dan berkembang di Taro.

sumber: I Ketut Gobyah (http://www.balipost.co.id) dan beberapa sumber lainnya.

On Labels: , , | 0 Comment

Meski hampir setiap hari terselenggara upacara di Bali, namun tak semua pelancong yang ingin menyaksikan dari dekat suasana upacara itu dapat menemuinya. Penyebabnya, selain karena waktu kunjungan yang tak pas, juga karena samarnya info dalam kalender upacara di pura-pura penting di Bali. Nah, bagi kamu yang melancong ke Bali sekitar tanggal 10 Mei 2009, mungkin menarik untuk mengunjungi Pura Samuan Tiga, Gianyar. Pada tanggal itu, di pura Kahyangan Jagat (pura penting) Bali tersebut akan berlangsung upacara Padudusan Alit.

Upacara ini adalah upacara rutin yang dilaksanakan pada setiap Purnama Jiesta (Purnama ke-11) namun mengambil hari Pasah yang terdekat dengan saat bulan penuh tersebut. Pasah adalah perhitungan penanggalan Bali yang berulang dalam tiga hari sekali (tri wara). Karena itu, upacara Padudusan di Pura Samuan Tiga bisa berlangsung tepat saat bulan Purnama Jiesta, bisa juga sebelum atau sesudah Purnama Jiesta.

Upacara Padudusan merupakan upacara pembersihan yang dilakukan di sebuah pura untuk memancarkan aura kesucian agar umat yang ngayah (mengabdi) dan bersembahyang di pura tersebut tertuntun ke arah kesucian lahir bathin. Di Pura Samuan Tiga, oleh upacara Padudusan ini berlangsung setiap tahun dengan pola bergantian yaitu Padudusan Agung (besar) pada setiap tahun genap dan Padudusan Alit (kecil) pada setiap tahun ganjil.

Tentang Pura Samuan Tiga
Dari data teks tentang sejarah Bali kuno, pemberian nama Samuan Tiga terkait dengan adanya suatu peristiwa penting pada saat itu yaitu adanya musyawarah tokoh-tokoh penting dalam suatu sistem pemerintahan pada masa Bali Kuna. Pelaksanaan musyawarah para tokoh di Bali pada masa pemerintahan raja suami-istri Udayana Warmadewa bersama permaisurinya Gunapriyadharmapatni yang memerintah sekitar tahun 989 – 1011 Masehi.

Menurut ahli sejarah Bali R. Goris, pada masa itu di Bali berkembang kehidupan keagamaan yang bersifat sektarian. Ada sembilan sekte yang berkembang pada masa itu. Sekte-sekte tersebut adalah Pasupata, Bhairawa, Siwa Sidhanta, Waisnawa, Bodha, Brahma, Resi, Sora dan Ganapatya. Masing-masing sekte memuja Dewa-Dewi tertentu sebagai istadewata (Dewa Utama) dengan simbol tertentu. Penganut setiap sekte berkeyakinan bahwa istadewata merekalah yang paling utama di antara dewa yang lain. Keyakinan sektarian itu ternyata mengakibatkan gesekan dan ketegangan yang berujung pada konflik antar-sekte. Hal ini berpengaruh terhadap stabilitas desa bahkan kerajaan.

Menyadari hal itu, raja suami-istri Gunapriyadharmapatni dan Udayana berusaha mengatasinya dengan mengundang tokoh-tokoh spiritual dari Bali dan Jawa Timur (Gunapriyadharmapatni adalah putri raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur) untuk mencari jalan keluar gejolak antar-sekte ini.

Pada waktu itu di Jawa Timur ada lima pendeta bersaudara yang sangat termasyur. Ke-lima pendeta bersaudara tersebut kerap dijuluki Panca Pandita atau Panca Tirta. Mereka adalah Mpu Semeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, Mpu Gnijaya dan Mpu Bharadah. Empat di antara kelima pendeta tersebut didatangkan ke Bali secara berturut-turut, yaitu:
1. Mpu Semeru datang di Bali pada tahun saka 921 (999 M) berparhyangan di Besakih.
2. Mpu Ghana datang pada tahun saka 922 (1000 M) berparhyangan di Gelgel.
3. Mpu Kuturan datang pada tahun saka 923 (1001 M) berparhyangan di Silayukti, Padangbai.
4. Mpu Gnijaya datang pada tahun saka 928 (1006 M) berparhyangan di Lempuyang (Bukit Bisbis).

Mengingat pengalaman Mpu Kuturan yang pernah menjadi kepala pemerintahan di Girah dengan sebutan Nateng Girah, oleh Gunapriyadharmapatni diangkatlah beliau sebagai senapati dan sebagai Ketua Majelis Pakira-kiran I jro Makabehan.

Melalui posisi yang dipegang itu, Mpu Kuturan melaksanakan musyawarah bagi sekte keagamaan yang berkembang di Bali bertempat di Pura Penataran kerajaan. Pada masa itu, setiap kerajaan di Bali memiliki tiga pura utama: Pura Gunung, Pura Penataran (di pusat kerajaan) dan Pura Segara (laut). Musyawarah tersebut berhasil menyatukan semua sekte untuk penerapan konsepsi Tri Murti yaitu kesatuan tiga manisfestasi Tuhan (Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa) dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Konsepsi "three in one" ini berlaku di seluruh Bali dan menghapuskan dominasi satu sekte terhadap sekte lainnya –meskipun belakangan sekte Siwa Sidhantalah yang tampil dominan. Penyatuan ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh Mpu Kuturan di Jawa dengan mendirikan Candi Loro Jonggrang (Prambanan) yang memuja Dewa Brahma, Wisnu dan Ciwa. Nah, untuk memperingati peristiwa penting tersebut Pura Penataran kerajaan tersebut diberi nama Pura Samuantiga.

Konsep Tri Murti yang diperkenalkan oleh Mpu Kuturan kemudian diterapkan dalam pola Desa Pakraman dengan pendirian pura Kahyangan Tiga yakni Pura Desa (Brahma), Pura Puseh (Wisnu) dan Pura Dalem (Siwa) pada setiap desa. Bagi setiap keluarga, diterapkan pembangunan Sanggar Kamulan Rong Tiga (tempat pemujaan dengan tiga pintu).

Lebih lengkap, kunjungi situs Pura Samuan Tiga

On Labels: , | 0 Comment

Pasar Sukawati adalah pasar paling popular di Bali. Namanya ngetop banget hingga ke mancanegara. Pasar ini dikenal sebagai tempat membeli barang-barang kerajinan dengan harga murah.

Pasar Sukawati terletak sekitar 30 kilometer di timur Denpasar, sekitar 40 menit drive dari Kuta. Letaknya di pinggir jalan raya Sukawati yang merupakan akses utama dari Denpasar menuju Gianyar. Gampang banget nyarinya. Kalau kamu dari arah Denpasar, pasar seni ada di sebelah kiri jalan dan pasar tradisional di sebelah kanan jalan. Di pasar seni ada ratusan pedagang seni berkumpul menjajakan barang kerajinan, mulai dari patung kayu, lukisan, kaos, celana pendek, tas, sandal, dan banyak lagi. Motifnya unik dan khas Bali.

Harga barang di sini relatif murah. Tapi, tetap saja kamu terkena hukum wajib nawar sebab biasanya para pedagang di sini selalu membuka harga tinggi untuk semua jenis barangnya. Kalau tertarik, jangan ragu, langsung ajukan penawaran setengah harga. Mereka nggak marah, kok. Biasanya mereka akan meminta kamu untuk menaikkan harga tawaranmu sembari mengajukan harga yang lebih rendah. Tapi, meskipun dibolehken menawar sebebas-bebasnya, begitu kamu mengajukan penawaran dan disetujui, kamu nggak boleh membatalkannya. Pedagangnya akan marah besar. Makanya, begitu mereka menurunkan harga barangnya, jangan langsung mengalah. Bertahanlah. Naikkan penawaranmu setahap demi setahap. Misalnya, dari Rp 16 ribu menjadi Rp 17 ribu sampai tawaran kamu mentok. Kalau nggak dikasih, minggat saja. Kalau penawaran kamu masih dianggap menguntungkan oleh pedagangnya, maka mereka akan memanggilmu dan menyerahkan barangnya seharga tawaranmu. Kalau nggak dipanggil lagi, artinya tawaran kamu sudah mengancam modal mereka. Angka terendah yang ditawarkan oleh si pedagang itu bisa kamu jadikan patokan untuk menawar di tempat yang lainnya. Asyik, kan!

Belanja murah di Sukawati juga harus tetap memperhatikan kualitas barang. Cek dengan teliti kondisinya, jangan sampai ukurannya tidak sesuai dengan yang terjahit di label, mutu jahitannya jelek atau ada aksesoris yang lepas. Bila perlu, coba langsung di sana.

Karena pasar Seni Sukawati terlalu padat dan macet, maka dibangunlah pasar seni yang lain yakni pasar seni Guwang. Letaknya masih di seputar Sukawati juga. Persisnya, sekitar dua kilometer sebelah selatan pasar Sukawati yang lama.

Barang seni yang dijual di sini juga hampir sama dengan yang ada di pasar seni Sukawati. Harganya juga memper-memper. Pakaian adat Bali, kerajinan tas, sandal, bed cover, baju dengan motif Bali, celana, dan banyak lagi, semuanya sama dengan yang dipajang di Pasar Seni Sukawati. Cara menawar dan aturan-aturan tak tertulisnya pun sama. Pendek kata, semua sama. Like coconut cutting two alias ibarat pinang di belah dua! (istilah ini adalah joke para pemandu wisata untuk meledek teman mereka yang bahasa Inggrisnya buruk).


Perhatian!

Meskipun buat oleh-oleh, pilihlah yang terbaik. Berhati-hatilah membeli pakaian berwarna di pasar Sukawati atau Guwang. Yakinkan warna pakaian itu nggak akan luntur. Kalau sudah terlanjur beli, waktu mencuci pertama kali, jangan campur pakain tersebut dengan pakaian lainnya terutama yang berwarna putih. Seringkali baju dengan warna dan motif bagus punya ‘perangai’ yang buruk: memaksa baju lain berwarna seperti dirinya.




On Labels: , , | 0 Comment

Bali Safari & Marine Park (BSMP) adalah “sister park” dari Taman Safari Indonesia I, Cisarua, Bogor dan Taman Safari Indonesia II, Prigen, Jawa Timur. Seperti taman safari pendahulunya, Bali Safari & Marine Park juga merupakan sebuah lembaga konservasi dan anggota dari Persatuan Kebun Binatang se Indonesia.

BSMP terletak di Jalan Bypass Prof. Dr. Ida Bagus Mantra tepatnya berada di tiga desa di Gianyar, yaitu Desa Lebih, Desa Serongga, dan Desa Medahan. Lokasi ini berada sekitar 17 kilometer dari Denpasar, atau sekitar 30 kilometer dari Kuta. Luasnya 40 hektar

BSMP menyediakan sebuah medium unik dalam sebuah kombinasi dari kehidupan satwa liar di habitat aslinya dengan ekosistem yang bersinggungan dengan kebudayaan masyarakat Bali. Di sini kamu dapat melihat berbagai jenis satwa langka yang berasal dari tiga region (Indonesia, India, dan Afrika) seperti Jalak Putih, Burung Hantu, Babi Rusa, Buaya, Tapir, Gajah Sumatra, Rusa Timor, Beruang Madu, Harimau Sumatera, Rusa Tutul, Beruang Himalaya, Nilgai, Black Buck, Kuda Nil, Grevy Zebra, Onta Punuk Satu, Burung Unta, Babbon, Blue Wildebeest, dan Singa.

Konsep dasar BSMP adalah mengajak pengunjung menikmati pengalaman bersafari yang diawali dari daerah Bali modern, masuk ke kehidupan Bali kuno, dengan berbagai filsafat, mitos dan sejarah yang sangat erat dengan hidupan liar.

Perjalanan dimulai dengan cerita Tantri dan Ramayana, kemudian memasuki perkampungan Bali dengan segala aktivitas masyarakatnya, mengunjungi daerah yang dipenuhi oleh Hanuman dan pasukannya hingga menuju kepada sebuah patung Ganesha, Dewa Pengetahuan dan Kemakmuran yang berwujud gajah. Dari Bali, kamu akan diajak mengunjungi Sulawesi, Kalimantan, Jawa hingga India dan Afrika. Perjalanan safari ini dilakukan dengan kendaraan khusus dari Terminal Toraja.

Setelah melakukan Safari Tram Tour, kamu berkesempatan untuk mengunjungi berbagai tempat lainnya serta langsung berinteraksi dengan satwa yang ada, seperti memberi makan atau menunggang gajah dan unta, atau berfoto dengan bayi-bayi hewan yang lucu dan menggemaskan.

Perjalanan untuk mengenal hidupan liar di BSMP akan memberikan kamu pengalaman yang berbeda. Misalnya melihat langsung aktivitas yang dilakukan oleh macan putih, atau menaiki gajah-gajah yang telah dilatih khusus.

Pengalaman bersantap juga akan berbeda jika kamu memasuki Tsavo Lion Restaurant yang memiliki suasana yang sangat unik dan satu-satunya di Asia. Di restoran ini kamu menikmati makanan dengan ditemani singa-singa afrika yang berkeliaran di luar jendela kaca yang mengelilingi restauran tersebut.

Education and Conservation Program
Program edukasi dan konservasi di Bali Safari merupakan pilihan jika ingin mengisi liburan dengan kegiatan yang lebih daripada sekedar berekreasi. Kegiatan dimulai pukul 09.30 di Lobby Barong dengan pengenalan tentang macan tutul, buaya Senyulong (salah satu species buaya air tawar) dan burung Curik Bali. Kemudian dilanjutkan dengan pengenalan dan foto bersama burung-burung cantik di daerah Banyan Court. Setelah itu, peserta diajak berkeliling safari dengan dipandu guide khusus selama kurang lebih 30 menit.

Acara selanjutnya adalah diskusi tentang satwa, lingkungan dan konservasi, kemudian touch and feel the animal, menonton animals education and conservation show serta berkesempatan untuk melihat aktivitas feeding the white tiger. Acara ini ditutup dengan melakukan makan siang di Uma Restaurant pada pukul 12.30 WITA. Setelah acara selesai, peserta dapat menikmati berbagai aktivitas lainnya di BSMP.

Tiket
Rp 75 ribu per orang dan Rp110 ribu per orang untuk Program Edukasi dan Konservasi.

Aktivitas lain
Aktivitas lain yang disediakan diantaranya adalah area permainan atau funzone dan water park. Areal Funzone menyediakan permainan seperti gogo bouncer, jungle cruise, spinning coaster, flume ride dan lain-lain. Pada hari Sabtu, Minggu dan Tanggal Merah, juga diadakan pertunjukan tari barong dan pelajaran menari bagi anak-anak di Bale Banjar.

Waktu yang tepat untuk berkunjung
Di luar dari paket edukasi, waktu yang tepat untuk berkunjung adalah pada pagi hari mulai jam 09.00 karena akan diadakan Various Animal Presentation pada pukul 11.00 dilanjutkan dengan Elephant Bathing pada pukul 11.15 dan Elephant Conservation and Education Show pada pukul 11.45 waktu setempat. Setelah itu kamu dapat menikmati santap siang di Uma Restaurant atau Tsavo Lion Restaurant.

Jika ingin datang pada siang hari, catatlah akan ada Elephant Bathing pada pukul 13.15, Elephant Conservation and Education Show pada pukul 15.00 dan Various Animal Presentation pada pukul 16.00.

On Labels: , | 0 Comment

Taman burung Bali Bird Park dan Reptile Park lokasinya berdampingan. Letaknya di Singapadu sekitar 20 kilometer dari Denpasar. Dari Kuta, lokasi ini dapat kamu capai dengan mengendarai kendaraan bermotor dalam waktu satu jam.

Taman burung ini memiliki koleksi sekitar 1.000 burung dan berbagai jenis unggas lainnya, terdiri atas 250 spesies asal berbagai negara di belahan dunia. Sementara taman reptil memiliki koleksi tidak kurang dari 200 satwa, terdiri atas 50 spesies, seperti iguana dari Amerika selatan, berbagai jenis kura-kura, ular cobra, ular ganas (viper), hingga jenis kadal lidah biru.

Reptile Park adalah milik pengusaha Duncan Mcray yang telah dikenal memiliki kepiawaian dalam menjinakkan berbagai jenis reptil ganas,yang dalam operasionalnya dibantu oleh Made Depin.

Tiket

Rp 59 ribu untuk orang dewasa dan Rp 29 ribu untuk anak-anak plus 10 persen untuk pelayanan.

On Labels: , | 0 Comment

Tirta Empul bermakna air suci yang menyembur dari dalam tanah. Memang, di pura ini terdapat banyak air yang menyembul dari mata air yang sangat besar. Pura ini terletak di Tampaksiring sebelah timur kawasan Istana Tampaksiring, sebuah istana milik negara tempat di mana presiden RI berisitirahat jika berkunjung ke Bali.

Prasasti Batu yang masih tersimpan di desa Manukkaya menyebutkan pura Tirta Empul dibangun oleh Sang Ratu Sri Candra Bhayasingha Warmadewa di daerah Manukaya. Prasasti ini memuat angka tahun 882 caka (960 masehi)..

Layaknya pura-pura lain di Bali, pura ini memiliki tiga bagian yang merupakan jaba pura (halaman muka), jaba tengah (halaman tengah), dan jeroan (bagian dalam). Pada Jaba Tengah terdapat dua buah kolam persegi empat panjang, dan kolam tersebut mempunyai 30 buah pancuran yang berderet dari timur ke barat menghadap ke arah selatan. Masing-masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri. Satu di antaranya adalah pancuran pengelukatan, pebersihan sudamala, dan pancuran cetik.

Pancuran cetik (racun) dan nama Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi, yaitu pertempuran Mayadenawa, raja Batu Anyar (Bedulu) dengan Dewa Indra. Dalam mitologi itu diceritakan bahwa raja Mayadenawa bersikap sewenang-wenang dan tidak mengizinkan rakyat untuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan untuk memohon keselamatan pada Tuhan. Begitu perbuatan itu diketahui oleh para dewa, maka para dewa yang dipimpin oleh dewa Indra menyerang Mayadenawa.

Akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan dan melarikan diri. Ketika pelariannya sampai di utara desa Tampaksiring. Dengan kesaktiannya, Mayadenawa menciptakan mata air cetik yang mengakibatkan banyak para laskar Dewa Indra gugur akibat meminum air tersebut. Melihat hal ini maka Dewa Indra segera menancapkan tombak ke tanah. Dari lubang bekas tancapan itu muncul air (tirta empul) yang berkhasiat memunahkan racun yang diciptakan oleh Mayadenawa.

Mitologi ini mungkin ada hubungannya dengan kedatangan raja Majapahit ke Bali. Ekspedisi Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit yang datang ke Bali pada tahun 1314 digambarkan sebagai Dewa Indra, sedangkan Sri Astasura Bhumi Banten yang memerintah dan berkedudukan di Bedulu digambarkan sebagai raja Mayadenawa. Menurut cerita rakyat setempat, mitologi Mayadenawa juga dihubungkan dengan hari raya Galungan, hari terbesar umat Hindu di Bali. Galungan adalah lambang perjuangan antara kebenaran melawan kejahatan.

Bertepatan dengan hari raya Galungan semua barong sakral dari desa-desa yang ada di wilayah kabupaten Gianyar dimandikan dengan air suci Tirta Empul. Barong adalah lambang dari kebaikan. Hingga sekarang, banyak pengunjung Pura Tirta Empul mengambil air salah satu pancuran di sana dengan keyakinan bahwa air tersebut dapat membuat mereka sehat dan awet muda.

Akses
Tampaksiring terletak 41 kilometer dari Kuta. Sekitar 1,5 jam perjalanan dengan mobil berkecepatan normal. Jalan menuju obyek wisata ini sangat bagus. Terlebih obyek ini berdekatan dengan istana negera. Kamu dapat menjangkau obyek ini dengan mudah.

Tiket

Rp 6 ribu per orang.

Pasar Seni

Di depan pura Tirta Empul terdapat pelataran parkir yang sangat luas. Di dekat pelataran tersebut terdapat pasar seni yang menjual beraneka barang kerajinan dan baju-baju bermotif dan bercorak Bali. Selalulah menawar jika kamu hendak membeli sesuatu. Mungkin kamu akan mendapat setengah dari harga barang yang ditawarkan pertama kali.

On Labels: , | 0 Comment

Yang menarik pada obyek wisata ini adalah terdapatnya lingga-yoni dan arca-arca kuno. Sayang sekali peninggalan tersebut telah rusak, sehingga tidak dapat diketahui lagi dengan pasti kapan dibuatnya dan oleh siapa. Di samping itu terdapat juga sisa-sisa bangunan kuno antara lain bekas ambang pintu.

Pura Mangening terletak tidak jauh di sebelah utara Pura Gunung Kawi. Jarak dari pura ini dari kota Denpasar sekitar 37 kilometer. Berdasarkan hasil temuan bekas ambang pintu maka Suaka Sejarah dan Purbakala Bali mulai melakukan pengamatan di lapangan yang kemudian disusul dengan penggalian penyelamatan. Akhirnya usaha ini berhasil menemukan sisa-sisa sebuah bangunan kuno yang diduga berbentuk sebuah prasada, yang mungkin berasal dari jaman Anak Wungsu.

On Labels: , | 0 Comment

Pura Goa Gajah terletak di Desa Bedulu, sekitar 26 kilometer dari kota Denpasar. Kawasan ini sangat mudah dicapai karena berada pada jalur wisata Denpasar – Tampaksiring – Danau Batur – Kintamani.

Pura ini dikelilingi oleh persawahan dengan keindahan ngarai sungai Petanu. Di sekitarnya terdapat tempat-tempat bersejarah seperti Yeh Pulu, Samuan Tiga, Gedung Arca, Arjuna Metapa, Kebo Edan, Pusering Jagat, Penataran Sasih dan lain-lain. Namun hingga kini Pura Goa Gajah belum diketahui asal usulnya secara pasti.

Nama Goa Gajah merupakan perpaduan nama Pura Guwa (sebutan masyarakat setempat) dengan nama kuno yang termuat dalam prasasti-prasasti yakni Ergajah dan Lwa Gajah yang diperkirakan nama-nama yang lazim di akhir abad ke-10 sampai akhir abad ke-14 (era Negara Kertagama).

Di pelataran pura terdapat Petirtaan (tempat air suci) kuno yang terbagi atas tiga bilik. Bilik utara dam selatan terdapat arca Pancuran sedangkan di bilik tengah hanya terdapat apik arca. Sekitar 13 meter sebelah utara Petirtaan, terdapat gua pertapaan berbentuk huruf “T”. Lorong tersebut memiliki lebar 2,75 meter dan tinggi 2 meter. Di kiri-kanan lorong terdapat 15 buah ceruk untuk bersemedi. Pada ceruk paling timur terdapat Trilingga dan di ujung barat terdapat arca Ganeça.

Di halaman Pura Goa Gajah diketemukan pula penggalan-penggalan bangunan yang belum bisa direkonstruksi. Tembok keliling menjadi penanggul tebing disebelah Barat pula ini.

Lebih kurang 100 meter di sebelah selatan Petirtaan terlihat sisa-sisa percandian tebing. Sebagian kaki candi itu masih ada bagian–bagian yang lain telah runtuh ke kaki di depannya. Sebuah Chatra berpayung 13 tergeletak di tepi kaki itu. Badan candi itu memakai hiasan yang sangat indah. Ada pula bagian Chatra bercabang tiga. Dua buah arca Budha dengan sikap Dhynamudra, yaitu duduk bersila dengan kedua telapak tangan di pangkuan dan menghadap ke atas, diletakkan pada sebuah tahta berdekatan dengan ceruk yang hampir jebol. Berhadapan dengan percandian ini terdapat sebuah ceruk pertapaan pula. Di depan ceruk ini dibangun balai peristirahatan dan sebuah kolam.

On Labels: , | 0 Comment

Bertanyalah di mana pusat dunia kepada warga Desa Pejeng, Gianyar, maka dengan cekatan mereka akan mengatakan bahwa di Pura Pusering Jagatlah tempatnya. Bagi mereka di Pura Pusering Jagatlah awal mula kehidupan dan peradaban dunia. Keyakinan itu kemungkinan besar karena kata "Pusering Jagat" memang berarti pusat semesta.

Pura Pusering Jagat memang merupakan pura penting di Bali. Pura ini termasuk satu dari enam pura kahyangan jagat yang berposisi di tengah-tengah. Dalam kosmologi Hindu, tengah adalah sthana (tempat bersemayam) Dewa Siwa.

Pura Pusering Jagat terletak di desa Pejeng yang di masa lampau merupakan pusat Kerajaan Bali Kuna. Banyak yang menduga bahwa kata pejeng berasal dari kata pajeng yang berarti payung. Dari desa inilah raja-raja Bali Kuna memayungi rakyatnya. Namun, ada juga yang menduga kata pejeng berasal dari kata pajang (bahasa Jawa Kuna) yang berarti sinar. Diyakini, dari sinilah sinar kecemerlangan dipancarkan ke seluruh jagat.

Dalam lontar-lontar kuna, Pura Pusering Jagat juga dikenal sebagai Pura Pusering Tasik atau pusatnya lautan. Penamaan itu akan mengingatkan masyarakat Hindu kepada cerita Adi Parwa yang mengisahkan perjuangan para dewa dalam mencari tirtha amertha (air kehidupan) di tengah lautan Ksirarnawa.

Di pura ini terdapat arca-arca yang menunjukkan bahwa pura ini adalah tempat pemujaan Siwa seperti arca Ganesha (putra Siwa), Durga (sakti Siwa), juga arca-arca Bhairawa. Ada juga arca berbentuk kelamin laki-laki (purusa) dan perempuan (pradana). Dalam ajaran Hindu, Purusa dan Pradana ini adalah ciptaan Tuhan yang pertama. Purusa adalah benih-benih kejiwaan, sedangkan Pradana benih-benih kebendaan. Pertemuan Purusa dan Pradana inilah melahirkan kehidupan dan harmoni.

Di pura ini juga terdapat peninggalan kuno berbentuk bejana yang disebut sangku sudamala yang melambangkan limpahan air suci untuk kehidupan. Di dalam sangku sudamala ini terdapat gambar yang menandakan angka tahun Saka 1251.

Akses
Sama seperti Pura Penataran Sasih, Pura Pusering Jagat sangat mudah untuk kamu temukan. Pura ini berada di pinggir jalan utama menuju Tampaksiring.

On Labels: , | 0 Comment

Pura Penataran Sasih merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat atau pura utama penting di Bali. Pura ini memiliki jejak sejarah yang sangat panjang. Beberapa ahli menyebutkan Pura Penataran Sasih adalah pura tertua di Bali yang merupakan pusat kerajaan pada zaman Bali Kuno. Dari hasil penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno di areal pura, diduga Pura Penataran Sasih telah ada sebelum pengaruh Hindu masuk ke Bali, satu era dan zaman Dongson di China, sekitar 300 tahun Sebelum Masehi. Jauh sebelum Hindu masuk ke Bali sekitar abad ke-8 Masehi.

Di pura yang terletak di Desa Pejeng ini terdapat nekara perunggu berukuran 186,5 cm. Nekara ini mengandung nilai simbolis yang sangat tinggi. Pada nekara tersebut terdapat hiasan kodok muka sebagai sarana penghormatan pada leluhur. Konon, nekara ini juga dijadikan media untuk memohon hujan oleh masyarakat pada masa itu.

Di samping nekara perunggu, di Pura Penataran Sasih juga terdapat peninggalan berupa pecahan prasasti yang ditulis pada batu padas. Hanya saja, tulisan berbahasa Kawi dan Sansekerta itu tidak bisa dibaca karena termakan usia. Namun, dari hasil penelitian, ada kemungkinan pecahan prasasti tersebut berasal dari abad ke-9 atau permulaan abad ke-10. Di pura ini juga tersimpan beberapa peninggalan masa Hindu seperti prasasti batu yang berlokasi di jeroan bagian selatan. Prasasti tersebut berkarakter huruf dari abad ke-10. Di bagian jaba pura, di sebelah tenggara ada fragmen atau bekas bangunan memuat prasasti beraksara kediri kwadrat (segi empat) yang menyebutkan Parad Sang Hyang Dharma yang artinya bangunan suci.

Di samping, sebagai pura yang menyimpan benda-benda purbakala, Pura Penataran Sasih juga terkenal dengan tarian sakralnya yakni tarian Sang Hyang Jaran. Tapi tarian tersebut hanya dipentaskan jika ada upacara besar di pura tersebut. Tarian ini biasanya dibawakan oleh empat penari yang ditunjuk seketika di sekitar arena. Kalau misalnya kamu yang ditunjuk, tanpa kamu sadari tubuhmu akan bergerak sendiri di luar kesadaranmu. Tapi, biasanya yang terkena tunjuk adalah warga setempat atau orang luar yang khusyuk bersembahyang.

Akses
Sangat mudah untuk mencari Pura Penataran Sasih. Pura ini berada di pinggir jalan utama menuju Tampaksiring.

On Labels: , | 0 Comment

Desa Taro berjarak sekitar 45 kilometer dari Kuta. Di desa ini terdapat sebuah hutan desa yang dihuni oleh sekelompok lembu putih. Binatang ini dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Biasanya binatang ini menjadi pelengkap sarana upacara di Bali. Sebagai pelengkap, lembu putih tersebut dibawa ke tempat upacara dan oleh penyelenggara upacara dituntun mengelilingi areal/tempat upacara mulai dari arah timur ke selatan dan seterusnya berkeliling sebanyak tiga kali. Upacara ini disebut dengan mapepada atau purwa daksina. Setelah Upacara tersebut selesai lembu putih dikembalikan lagi ke hutan Desa Taro, setelah disuguhi berbagai sesajian.

Selain itu, di desa ini juga terdapat atraksi wisata baru yaitu trekking gajah. Di sini kamu dapat menunggangi gajah berkeliling hutan melewati jalan setapak di sekitar Desa Taro. Bila mau, kamu dapat mengarahkan gajah yang kamu tunggangi tersebut berenang di dalam kolam.

Tiket

Untuk dapat berkeliling dengan menunggang gajah, kamu harus membayar tiket sebesar US$ 45.

Akses

Meskipun tak terlalu lebar, jalan menuju desa Taro cukup bagus. Kamu dapat dengan mudah menjangkaunya dengan kendaraan apa saja. Sayangnya tidak tersedia angkot menuju kawasan ini.

On Labels: , | 0 Comment

Pura Candi Gunung Kawi, merupakan sebuah monumen kuno yang diperkirakan dibuat pada abad ke XI. Pura ini terletak di desa Tampaksiring, di persimpangan jalan menuju Pura Tirta Empul. Dari persimpangan tersebut, berbeloklah ke arah timur dan berhentilah di sebuah areal parkir. Dari situ kamu harus berjalan kaki menuruni melalui jalan kecil menuju sungai Pakerisan. Jaraknya sekitar 700 meter dari areal parkir. Dengan langkah normal, kamu hanya perlu sekitar 25 menit menuju lokasi.

Sebelum sampai ke kompleks candi tersebut, kamu akan melewati sebuah gapura berbentuk terowongan. Gapura tersebut bukanlah berupa bangunan yang tersusun, melainkan sebuah tebing cadas yang dilubangi. Setelah melewati gerbang, barulah kita bertemu dengan dua kelompok candi yang dipahatkan pada tebing batu padas. Deretan candi-candi tersebut terletak di bagian barat dan timur sungai Pakerisan. Bangunan yang relief tersebut merupakan makam dari raja adik Anak Wungsu, penguasa Bali yang merupakan adik dari raja Airlangga yang berkuasa di Jawa Timur.

Candi yang paling kanan pada makam ke-sepuluh, oleh para ahli purkala, dianggap sebagai makam perdana menteri karena di situ bertuliskan kata rakryan yang berarti menteri. Sedangkan penduduk setempat menganggapnya sebagai rumah pendeta yang mengabdi raja pada zaman itu.

Tiket
Rp 6 ribu per orang.

Akses

Kompleks Candi Gunung Kawi berada sekitar 45 kilometer dari Kuta. Kamu dapat menemukannya dengan mudah karena letaknya tak jauh dari jalan utama menuju kawasan Tampaksiring.

On Labels: , | 0 Comment

Ubud boleh dikatakan sebagai satu pusat kesenian di Bali. Kawasan ini dikenal luas sebagai gudangnya seniman. Di Ubud olah kreativitas tumbuh dan berkembang dengan subur. Berbagai kegiatan kesenian, dari seni tari, seni patung, seni ukir maupun seni lukis tumbuh subur di sini. Bahkan, denyut nadi kehidupan masyarakat Ubud tidak bisa dilepaskan dari kesenian. Mereka hidup dan menghidupi kesenian.

Ubud sudah dikenal sejak tahun 1930-an. Kala itu pelukis Jerman; Walter Spies dan pelukis Belanda; Rudolf Bonnet menetap di sini dengan bantuan Cokorda Gede Agung Sukawati, bangsawan Puri Agung Ubud. Dari tulisan dan karya mereka nama Ubud kemudian bergaung ke seluruh dunia.

Ubud memiliki kawasan wisata yang sangat beragam, di antaranya adalah:

# Museum Rudana
Museum Rudana merupakan art museum yang berlokasi di Ubud yang didirikan oleh Nyoman Rudana, seorang kolektor lukisan. Museum ini menyimpan lebih dari 400 buah lukisan dan patung hasil karya para maestro Bali dan dunia. Museum ini berada dalam satu kompleks dengan Rudana Fine Art Gallery yang juga milik Rudana.

# Museum Puri Lukisan
Ini adalah museum seni rupa pertama di Bali, yang dikelola oleh swasta. Pendirian museum pada 31 Januari 1956 diprakarsai oleh Cokorda Gede Agung Sukawati, I Gusti Nyoman Lempad serta Rudolf Bonnet, seniman asing yang menetap di Ubud. Museum yang berada di bawah naungan Yayasan Ratna Warta ini di buka secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Yamin.

Di Museum Puri Lukisan kamu bisa melihat gerak perkembangan seni rupa di Ubud, baik seni lukis maupun seni pahatnya. Beberapa karya dari para seniman asing yang berkarya di Ubud seperti: Rudolf Bonnet, Walter Spies, Arie Smit serta maestro lokal seperti I Gusti Nyoman Lempad, I Gusti Made Deblog, Ida Bagus Made dan yang lainnya.

# Puri Agung Ubud
Puri Agung Ubud terletak tepat di jantung Ubud. Puri ini merupakan sebuah istana di mana raja Ubud menjalankan roda pemerintahannya. Tempat ini, pada masanya, juga menjadi pusat kegiatan seni budaya dan adat masyarakat.

Di Puri Ubud kamu bisa melihat situasi puri di masa lalu. Soalnya, puri ini memiliki tata ruang dan bangunan yang dipertahankan keasliannya hingga kini. Di halaman depan, setelah pintu gerbang, terdapat area yang disebut Ancak Saji. Di sini seminggu sekali diadakan pertunjukan seni tari, bagi wisatawan. Dan setiap hari, dilaksanakan latihan gamelan dari berbagai kelompok seni musik yang ada di Ubud. Semua aktivitas seni semakin mengentalkan suasana Ubud sebagai sebuah desa yang berwawasan kesenian.

# Wanara Wana
Tempat ini lebih populer dengan sebutan Monkey Forest. Memang, dalam bahasa Bali, Wanara Wana berarti hutan kera. Hutan ini berada di wilayah desa adat Padangtegal, sebelah barat Puri Ubud. Di hutan ini terdapat ratusan kera yang telah menghuni kawasan ini selama ratusan tahun. Selain itu di sini juga terdapat Pura Dalem Padangtegal yang memiliki arsitektur serta ornamen yang sangat artistic yang didirikan pada awal abad ke-20.

# Arung Jeram
Di wilayah barat Ubud melintang sungai Ayung. Di sungai ini terdapat banyak aktivitas olahrga air dan petualangan yang ditawarkan beberapa jasa wisata air, di antaranya adalah arung jeram dan kayak. Di sepanjang tebing sungai Ayung yang memiliki pemandangan alam yang memikat terdapat puluhan hotel berbintang yang menawarkan kenyamanan dan ketenangan.

# Akomodasi dan Fasilitas Lain
Di kawasan Ubud terdapat banyak penginapan dalam berbagai jenis seperti bungalow, hotel butik, hotel berbintang maupun villa pribadi. Harga penginapan yang paling murah di wilayah tersebut adalah sekitar Rp 335 ribu per kamar per malam.

Untuk kelas hotel berbintang empat, harga termahalnya sekitar Rp 800 ribu per kamar per malam. Harga tersebut sudah termasuk welcome drink, sarapan pagi untuk dua orang, dan pajak. Di musim-musim padat kunjungan, kamu akan dikenakan Tambahan Biaya Musiman sebesar Rp150 ribu per kamar per malam. Dan, harga-harga kamar tersebut hanya berlaku untuk wisatawan domestik.

Di sepanjang jalan-jalan di Ubud terdapat toko-toko yang menjual barang-barang kerajinan atau baju-baju. Di sini juga terdapat fasilitas ATM berbagai bank sehingga memudahkan kamu jika membutuhkan uang tunai.

On Labels: , | 0 Comment

Awalnya, desa Batubulan terkenal sebagai sebuah desa agraris yang memiliki banyak seniman yang bergiat dalam seni tari dan seni ukir. Namun kemudian desa ini menjadi sangat terkenal sebagai obyek wisata dengan suguhan tari Barongnya. Pertunjukan barong di sini dilakukan setiap hari dan menjadi terkenal karena menyuguhkan atraksi tari keris di mana para penari menusukkan keris ke dada atau bagian tubuh mereka yang lainnya. Kamu dapat melihat dari dekat bagaimana besi yang runcing tersebut sama sekali tak mampu melukai apalagi menembus tubuh mereka. Padahal benda tersebut dihujamkan dengan sangat keras. Kamu malah bisa melihat bagaimana keris-keris tersebut melengkung saat dihujamkan.

Batubulan terletak pada jalur Denpasar-Gianyar kira-kira 15 kilometer dari Kuta. Sangat mudah diakses dengan kendaraan mana pun. Pertunjukan tari Barong dimulai pada pukul 09.30 Kalau mau menontonnya, kamu harus sudah berangkat dari Kuta pada pukul 08.00.

Selain atraksi barong, di sepanjang jalan utama desa Batubulan terdapat deretan toko seni yang menjual patung-patu dari batu, padas atau pualam. Di desa ini juga terdapat toko pusat oleh-oleh dengan harga relatif murah.


On Labels: , | 0 Comment

Inlah kabupaten yang kerap dianggap sebagai wilayah yang menyimpan sumber inspirasi pengembangan seni budaya. Seni karawitan, tari, kriya, dan berbagai cabang seni lainnya berkembang subur dari wilayah ini. Diyakini, hal ini terkait dari kedudukan Gianyar di masa lalu sebagai pusat pemerintahan pada masa-masa menjelang era Majapahit.

Sebelum Majapahit menancapkan pengaruh di Bali, pusat kerajaan Bali berada di Bedahulu dan Pejeng di utara Gianyar. Ketika Patih Gajah Mada merangkul Bali, pusat pemerintahan berada di Samplangan di timur Gianyar. Di masa-masa penjajahan Belanda dan zaman kemerdekaan, wilayah Ubud, Peliatan, Mas, dan sekitarnya sangat kuat mengarah sebagai pusat pengembangan seni budaya.

On Labels: | 0 Comment