Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Showing posts with label Layang-layang. Show all posts
Ratusan anak dan remaja usia antara 9-14 tahun, berterik-terik di hamparan persawahan Banjar Pitik, Desa Pedungan, Denpasar Selatan. Sengatan cahaya matahari tak sedikit pun melelehkan semangat mereka untuk mengudarakan layang-layang buatan mereka sendiri dalam Lomba Layang-layang yang di selenggarakan oleh banjar tersebut pada Sabtu dan Minggu (1-2 Agustus) lalu. Anak-anak tersebut terbagi menjadi puluhan kelompok berdasarkan asal banjar mereka masing-masing. Banjar adalah lembaga kemasyarakatan di bawah Desa, setingkat dengan Rukun Retangga (RT). Tak kurang dari 25 banjar yang terlibat dalam lomba untuk menyambut HUT kemerdekaan RI ke-64 ini. Setiap banjar mengikutkan beberapa kelompok berdasarkan jenis layang-layang yang mereka sertakan dalam lomba. Keruan saja, dua hari itu kangit di atas Denpasar Selatan ditaburi 480 buah layang-layang milik peserta.

Dalam lomba ini jenis layang-layang yang dilombakan adalah pecukan, bebean, janggan. Pecukan adalah jenis layang-layang yang bentuknya menyerupai daun dan bebean menyerupai ikan. Sedangkan janggan menyerupai burung yang berekor panjang. Lebar layang-layang yang dilombakan tersebut paling kecil 150 centimeter.

Selain dari kawasan Kota Denpasar, peserta yang turut meramaikan lomba ini jug aberasa dari Ubud (Gianyar), Buduk, Ungasan, Tanjung Benoa (Badung), Seraya (Karangasem), Penebel (Tabanan), dan Nusa Penida (klungkung). Para juara dalam lomba ini akan diumumkan melalui di media massa lokal (koran dan radio). Sementara penyerahan hadiahnya akan dilakukan pada perayaan HUT Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2009.(abe/jjb)

Berita terkait:

Juni-Juli, Dewa Rare Angon Mengitari Langit Bali

Galero foto:



On Labels: | 0 Comment

Memasuki bulan Juni, langit di atas pulau Bali khususnya di kawasan Denpasar, Badung dan Tabanan mulai tampak seperti aquarium yang dipenuhi ratusan ikan hias. Cuaca cerah dan hembusan angin yang ajeg menyebabkan masyarakat di tiga kawasan ini bersuka cita menerbangkan layang-layang dengan berbagai jenis dan ukuran. Jenis yang paling populer adalah be-bean (berbentuk ikan), pecuk (menyerupai daun), dan janggan (menyerupai burung berekor panjang). Ukuran layang-layang tersebut beragam, mulai dari yang bergaris tengah 50 centimeter hingga enam meter.

Masyarakat di ketiga kawasan ini memang gemar menerbangkan layang-layang berukuran besar. Tak heran jika di dekat kawasan ini digelar parade atau lomba layang-layang, pesertanya selalu membludak. Parada layang-layang yang dinanti-nanti mereka adalah Bali Kite Festival (BKF) di pantai Padang Galak, Sanur, yang biasanya diselenggarakan pada bulan Juli.
Dalam festival tersebut, ketiga jenis layang-layang di atas selalu dilombakan, bahkan menempati porsi utama. Sedangkan kategori lain merupakan pelengkap untuk menambah daya tarik acara.

Di Bali layang-layang dibuat bukan untuk diadu, melainkan untuk dinikmati keindahan bentuk dan geraknya di udara. Para pecinta layang-layang Bali sangat peka terhadap bentuk dan proposi layang-layang. Setiap lekuk memancarkan kesan tersendiri bagi mereka. Sebuah layang-layang dengan bentuk dan proporsi yang tepat akan menimbulkan decak kagum berkepanjangan bagi mereka. Terlebih lagi jika layang-layang tersebut memiliki ukuran yang besar, ia terasa seperti sebuah karya seni yang bergengsi.

Soal warna, orang Bali hanya mengenal empat warna untuk layang-layang tradisional mereka yakni: hitam, merah, putih dan kuning. Bagi mereka, jika keempat warna tersebut ditata dengan tepat, maka saat terbang layang-layang tersebut akan tampak sangat anggun berlatarkan langit biru.

Selain bentuk dan warna, orang Bali menilai keindahan layang-layang dari keindahan liukannya. Mereka mengistilahkannya dengan elog. Layangan Be-bean, misalnya, tak dipandang oke jika tidak ngelog (meliuk) ke kiri-kanan seperti seorang penari. Namun begitu, elog yang berlebihan, dinilai kurang elok. Layang-layang macam begitu dinilai onyah (kurang anggun).

Berbeda dengan Be-bean, layang-layang jenis Janggan dan Pecuk justru akan memiliki nilai yang tinggi jika saat diterbangkan tetap stabil di posisinya. Pada layangan Janggan, yang dinikmati oleh meraka dalah gerakan ekornya yang bergelombang menyerupai gerakan air.

Jika tak sedang berlomba, seringkali sebuah layang-layang diterbangkan hingga ngambun yaitu menyelinap di balik awan. Biasanya ketinggian layang-layang yang ngambun tersebut sekitar 40 meter dari permukaan tanah.

Barangkali karena layang-layang berukuran besar, di mana saat menaikkannya harus mengerahkan 10 hingga 15 orang, maka begitu terbang mereka merasa sayang untuk segera menurunkannya. Mereka kerap membiarkan layang-layang mereka nginep alias bertahan di udara hingga berhari-hari lamanya. Hanya layang-layang yang benar-benar stabillah yang bisa di-inep-kan. Layang-layang yang demikian tidak langsung nyungsep ketika angin tak begitu kebcang di malam hingga pagi hari, dan tak goyah saat angin bertiup kencang di siang siang hari.

Menurut kepercayaan, banyaknya orang Bali gemar bermain layang-layang karena pengaruh vibrasi Dewa Rare Angon, Pelindung segala binatang peliharaan. Konon Sang Dewa sangat gemar bermain layang-layang. Pada bulan-bulan tertentu, ia mengatur agar cuaca selalu cerah dan angin berembus konstan untuk kegemarannya itu.

On Labels: , | 0 Comment