Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, ‘Global Warming’, di harian Bali Post, Minggu, 16 Januari 2011, oleh I Wayan Juniartha. Diterjemahkan oleh Putu Semiada

Global Warming
Akibat terjadinya global warming, maka diramalkan pulau-pulau kecil akan tenggelam, termasuk Bali.
“Ini sudah pasti, ini sebuah kebenaran ilmiah, dan tidak bisa dihindari, meskipun berbagai upacara (karya) diadakan, mulai dari mulang pekelem hingga wana krtih, tidak mampu mencegahnya,” kata I Made Ateis Matan Pipis.
Rasanya rugi juga mengadakan upacara di Bali, karena yang menyebabkan air laut naik dan menenggelamkan pulau-pulau kecil karena mencairnya es di kutub utara. Masalahnya wewenang betara di Bali tidak sampai ke kutub utara.
Kalaupun dewa-dewa di Bali hendak ke sana, jelas tidak bisa karena beliau tidak memiliki paspor. Kalaupun hendak membuat paspor, beliau tidak memiliki persyaratannnya, beliau tidak memiliki wig, kacamata maupun uang satu milyar.
“Sekarang bagaimana caranya agar Bali tidak tenggelam meskipun terkena global warming,” tambah I Made.
Krama sekaa tuak yang lain pura-pura tidak mendengar. Hidup ini sudah susah, tidak perlu lagi ditambah cerita tentang global warming. Biarkan saja I Made memikirkan tentang dunia ini. Kita sudah punya Tuhan (WIdi), biarkan saja Tuhan yang pusing mengurus bumi ini, begitulah pikiran krama sekaa tuak yang lain.
“Langkah pertama, pantai-pantai di Bali harus segera dikelilingi dengan hotel-hotel yang tinggi. Undang investor supaya membangun hotel sebanyak-banyaknya,: kata I Made.
Katanya pohon bakau bisa dipakai untuk menghalangi tsunami. Namun jaman sekarang dimana bisa menemukan bakau lagi? Banyak orang yang menanam bakau tetapi sedikit yang mau memelihara. Disamping itu, lebih gampang memelihara hotel dibandingkan tembakau.
“Oleh karena itu aku mendukung para bupati yang ingin merevisi RTRW (Rancangan Tata Ruang dan Wilayah Bali supaya bisa para bupatinya mengundang investor untuk membuat hotel di pinggir pantai, tepi jurang dan bila perlu diatas pura. Apa gunanya pura suci, jurang dan pantai lestari, tapi kantong kosong?”
Jika pantai-pantai di Bali sudah dikelilingi hotel-hotel tinggi, maka tsunami tidak akan sampai masuk ke dalam.
Langkah yang kedua adalah, tanam pohon sebanyak-banyaknya. Setiap ada tanah kosong, ditanami pohon saja, halaman belakang rumah, halaman tengah rumah, trotoar, halaman pura, bale banjar (tempat pertemuan warga), arena sabungan ayam, lapangan golf maupun lapangan sepakbola. Toh tidak akan pernah menjadi juara dunia.”
Semakin banyak tanamannya, maka akan semakin banyak oksigen di langit. Semakin banyak hutan, maka semakin sedikit gas-gas yang menyebabkan global warming.
“Langkah ketiga, seluruh sumber gas yang menyebabkan global warming harus ditutup. Jangan lagi mengendarai motor maupun mobil. Semuanya mesti mengendari sepeda gayung maupun jalan kaki. Kurangi pemakaian minyak, gas maupun kayu bakar. Usahakan masak setiap 3 hari sekali. Pakailah air sesedikit mungkin. Mandi cukup seminggu sekali. Juga, jangan terlalu banyak bicara, apalagi mulut bau maupun jamuran, maupun janji palsu yang bisa memperparah global warming.”
Semua terbengong-bengong mendengar ceramahnya I Made.
“Kamu mau menanam pohon di arena sabungan ayam? Tidak boleh naik motor? Tidak boleh ke sana kemari membawa mobil? Jika tidak boleh naik motor, lalu aku mesti pakai apa kalau mau kencan? Jika tidak boleh membawa mobil, lalu aku mesti pakai apa untuk mengangkut cewek-cewek yang berseliweran di jalan,” meerka bertanya.
Memang susah memberi nasehat kepada orang Bali untuk mengendalikan diri. Mereka sudah terbiasa hidup enak, sudah biasa ada orang yang membikinkan kopi, membawakan nasi, wilayah sudah ada yang mengurus. Sepertinya kalau besok-besok terjadi tsunami, pulau Bali tenggelam, tentu masih juga ada yang menolong.