Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, ‘Ganyang Malaysia’, di harian Bali Post, Minggu, 12 September 2010, oleh I Wayan Juniartha Diterjemahkan oleh Putu Semiada.

Ganyang Malaysia
Diskusi di warung tuak berlangsung seru.
“Sungguh lembek presiden kita. Jika aku menjadi presiden, aku akan perintahkan angkatan bersenjata kita untuk mengganyang Malaysia,” kata I Made Patriot Kreyat Kreyot.
Mereka semua tertawa. I Made orangnya memang temperamen ditambah lagi dia memang mengidap hipertensi. Jadi dia memang suka berdebat. “Biar salah asal tidak kalah” begitu semboyan hidupnya. Mungkin Karena itu tidak ada orang yang memilih dia menjadi ketua sekaa tuak apalagi posisi yang lebih tinggi.
“Gampang sekali kamu bicara, Dé. Kamu main ganyang saja. Ya kalau kita menang, kalau kalah, bagaimana? I Ketut Demokrat Makarat berkomentar.
Anak presiden saja I Bas-Bas, yang tidak tahu masalah militer, masih bisa berkomentar bahwa Indonesia tidak punya dana untuk berperang dan tentara masih belum siap tempur.
“Kamu memang asal ngomong saja…..orang seperti inilah yang membuat negara kita direndahkan oleh negara-negara lain. Dahulu para leluhur dan nenek moyang kita tidak punya uang, tidak tahu tehnik militer, tetapi berani berjuang membela negara.”
“Apalagi kita tidak mungkin kalah. Aku sudah punya strategi untuk mengalahkan Malaysia.”
Strategi 1: Penerjunan Pasukan Payung. Karena jalanan sering macet, kapal lautnya banyak yang tenggelam, jadi serangan pertama harus lewat udara.
“Yang diterjunkan memang anjing-anjing Bali yang sudah terkena rabies. Orang Bali yang sudah terbiasa bangun tidur dengan anjing saja tidak bisa menanggulangi rabies, apalagi orang-orang Malaysia yang jarang melihat anjing. Pasti orang-orang Malaysia akan semua terkena wabah.”
Strategi 2: Adu Domba. Kirim Manohara balik ke Malaysia. Tugasnya merayu pangeran-pangeran di semua kesultanan di Malaysia. Jika saja selera pangeran-pangeran Malaysia itu sama dengan Pangeran Kelantan (mantan suami Manohara) tentu mereka akan perang saudara diantara kesultanan-kesultanan tersebut. Bila perlu, kirim juga Ariel, siapa tahu ada pangeran yang suka dengan laki-laki.
Terkekeh-kekeh mereka mendengar strategi tersebut.
“Wah, jangan dianggap enteng strategi ini. Dari dahulu tidak terhitung perang yang terjadi karena urusan perempuan, mulai dari Perang Troya hingga Rama melawan Rahwana dalam cerita Mahaberatha.
Strategi 3: Teror Bomb. Kirim orang-orang Indonesia yang sudah terlatih menyakiti saudara sendiri dan melempari rumah, misalnya anggota FPI ke Malaysia. Bila perlu mereka menyamar sebagai penari pendet supaya bisa masuk ke sana. Mereka bisa berbekal tabung gas 3 kilogram. Tabung itu bisa dilemparkan ke arah rumah orang-orang Malaysia.
“Kita tidak perlu susah-susah merakit bom. Tabung gas 3 kilogram itu pasti bisa meledak, lagi pula harganya murah. Persedian tabungnya juga masih banyak di gudang pertamina.”
Strategi 4: Alas kobar. Bakar saja semua hutan yang ada di Sumatra dan Kalimantan. Pasti semua orang Malaysia akan terkena asma, ekonomi lumpuh karena kapal terbang, mobil dan kapal laut tidak berjalan.
Strategi 5: Aud kelor. Pindahkan saja ibu kota Indonesia ke Kuala Lumpur. Bawa semua (aud kelor) pejabat Indonesia ke sana. Tidak sampai tiga bulan orang-orang Malaysia akan frustasi karena memiliki presiden yang lembek, para mentri yang tidak tahu apa yang mesti dikerjakan, para angota dewan yang sibuk mengurus kantong sendiri, dan pejabat negara yang hobinya main golf dan korupsi.
Jika kelima strategi itu dijalankan dengan benar, pasti Malaysia akan menjadi negara yang berantakan, dimana-mana akan terjadi perang saudara, ketakutan karena sering terjadi ledakan bom, gelap gulita, tidak terlihat apa-apa, dan bangkrut serta frustasi.
“Dengan demikian Malaysia akan menyerah, meminta maaf dan mengajak berunding. Indonesia hanya cukup mengirim satu wakil saja ke perundingan: Ruhut Sitompul. Pasti delegasi Malaysia akan tidak bisa berkutik. Indonesia akan menang.
Mereka tepuk tangan.