Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, ‘Tabia’, di harian Bali Post, Minggu, 23 Januari 2011, oleh I Wayan Juniartha. Diterjemahkan oleh Putu Semiada

Cabai (Tabia)
Hal apakah yang membuat lelaki Bali menjadi stres?
Apakah karena istri ngambek?
“Waduh, kalau istri cuma ngambek dan pergi, tidak membuat mataku berkedip maupun kumisku bergetar,: Kata I Made Kaug Calep Calung.
Maklum, kalau urusan istri maupun perempuan, lelaki Bali sangat setia dengan prinsip ‘sopir bemo’. Artinya, karena lebih sering di jalan, karena tidak tahu apa yang akan dialami, kemana-mana sopir pasti membawa ban serep. Minimal kalau ketiban sial seperti ban pecah, bemonya tidak sampai mogok dan asap dapur tetap ngebul.
“Jika istri ngambek dan pergi, toh masih ada istri tetangga atau malah selingkuhan. Dan paling sial masih ada cewek kafe, yang penting belikan saja dia gelang, pasti bisa langsung dipeluk dan ‘disantap’. Inilah yang namanya ban serep, jika istri ngambek, tidak akan sampai membuat aku kelimpungan,” kata I Made sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Atau karena sabungan ayam (tajen) mau dihapus?
“Jika sabungan ayam dihapus dan dilarang oleh pemerintah, aku tidak bakalan sedih maupun lemas,” kata I Komang Saya Branangan.
Maklumlah, sudah dari jaman dulu pemerintah mau menghapus dan melarang sabungan ayam dan mereka juga berkoar-koar mau menghapus judi, termasuk sabungan ayam, karena judi dianggap melanggar hukum. Kenyataannya sampai sekarang tidak terjadi apa-apa. Presiden terus silih berganti, begitu pula kepala polisinya, tetapi sabungan ayam tetap tumbuh subur di Bali. Para pemuka agama sampai capai menyerukan, begitu juga Mangku Pastika terus menyampaikan agar warga berhenti berjudi sabungan ayam, tetapi tetap saja pada saat Galungan dan Kuningan maupun pada saat ada upacara (piodalan) di pura-pura, tajen tetap berlangsung, mulai dari tajen sembunyi-sembunyi sampai tajen yang sifatnya untuk upacara (tabuh rah), hingga tajen yang terang-terangan yang dikawal oleh pecalang dan 20% dari keuntungan masuk kas desa.
“Jika kenyataan membuktikan bahwa tidak seorangpun yang bisa menghapun tajen, lalu kenapa aku mesti khawatir jika ada kepala polisi baru yang berkoar-koar mau menghapus tajen. Namanya juga pejabat baru, masih semangat baru, biarkan saja mereka koar-koar, yang penting kita tetap bisa bermain sabungan ayam.”
Apalagi jika memang benar-benar tajen dihapus, masih banyak hiburan yang bisa didapat oleh para lelaki Bali, mulai dari ceki, bola adil, hingga togel. Menghapus judi mirip dengan mengobati keponakan yang kena ilmu santét oleh ibunya sendiri. Sekarang bisa sembuh sebentar, kemudian kambuh lagi.
Lalu apa yang bisa membuat lelaki Bali stress?
Tidak lain dan tidak bukan adalah harga cabai yang jauh lebih mahal dibandingkan harga beras, gula dan kopi. Sudah 100 ribu harga cabai per kilonya sekarang.
“Serasa aku tidak enak makan. Istriku tidak berani memakai cabai banyak-banyak, jadinya lauk nasi tidak terasa apa-apa. Supaya tidak banyak perlu cabai, maka dia pakai merica sebagai pengganti, sehingga kerongkonganku terasa sakit. Jadi karena cabainya sedikit, maka semua makanan terasa hambar,” kata I Wayan Cupak Pakpak.
Ciri khas makanan Bali adalah pedas, kalau tidak pedas, pasti sudah kehilangan identitas. Anak-anakku, istriku dan para gadis semuanya maniak rujak. Cabai satu kilo bisa habis dalam waktu dua hari. Jelas hal ini membuat keadaan keuanganku kacau. Jangankan uang untuk main ceki, atau beli tuak, untuk beli beras saja sudah susah karena habis untuk beli cabai,” kata I Nyoman Medit Pait.
Memang seperti itulah sifat cabai, bisa membuat orang mengeluarkan air mata, karena rasa pedasnya dan juga karena harganya yang mahal.