Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, ‘Buron’, di harian Bali Post, Minggu, 17 Desember 2010, oleh I Wayan Juniartha. Diterjemahkan oleh Putu Semiada







BURON (Binatang)


Manakah derajatnya yang lebih tinggi antara hewan dan manusia?


“Itu sih pertanyaan yang gampang sekali, jelas sekali manusia lebih tinggi derajatnya. Oleh karena itu, manusia yang jahat, yang derajatnya lebih rendah akan dikatakan seperti binatang perbuatannya,” kata I Made Darmawacana.


Yang lainnya pada manggut-manggut. Maklum semua anggota perkumpulan tuak (krama sekaa tuak) adalah manusia, tentu mereka akan senang kalau ada yang mengatakan bahwa manusia paling tinggi derajatnya. Jika ada yang mengatakan bahwa manusia paling tinggi derajatnya di alam semesta, tentu mereka bukan manggut-manggut saja. Mereka akan tepuk tangan sampai tangannya terasa lepas.


“Oleh karena itu, manusia yang bodoh dibilang seperti “kerbau sedang menonton gamelan (kebo mebalih gong)”, orang bingung dibilang seperti ayam diberi makan beras hitam (siap sambuhin injin), mereka yang tidak tahu membalas budi dibilang seperti anjing (nyicing singal), mereka yang member pinjaman dibilang lintah darat, atau mereka yang takut sama istri dikatakan ‘ditarik babi’ (paid bangkung),” tambah I Made.


Krama tuaknya makin terpersona oleh kepiawaian bicara I Made.


“Nama binatang juga dipakai untuk untuk mengumpat: mulai dari ‘anjing kamu’ (cicing nani), sampai ‘kera hitam’ (bojog selem), itu artinya binatang memang derajatnya lebih rendah dari manusia.”


Lagi-lagi krama sekaa tuaknya manggut-manggut. Jika terus-terusan seperti ini maka mereka akan bisa menjadi anggota dewan. Syarat utamanya hanya perlu manggut-manggut saja tanpa harus pusing, keram, ataupun ‘lepas’ kepalanya.


“Tunggu dulu, apakah memang benar sifat manusia lebih agung dari binatang,” I Ketut Nyem Lalah menyela.


“Jika binatang membunuh binatang lainnya tentu karena perutnya lapar. Jika perutnya sudah kenyang tentu dia akan berhenti memangsa hewan lainnya. Sebaliknya, jika manusia, walaupun perutnya sudah kenyang, tetap saja dia membunuh, mulai dari berebut harta, perempuan, hingga merebut kekuasaan negara.”


Oleh sebab itulah tidak terhitung jumlah perang yang diciptakan oleh manusia, mulai dari perang jaman kerajaan hingga perang dunia sampai ke perang Irak dan Afghanistan. Sementara warga binatang sampai sekarang belum pernah membikin perang.


“Pernahkah binatang membakar rumah orang, memperkosa istri orang, menimbun danau untuk dijadikan kompleks, membabat hutan untuk membangun villa? Pernah?” Tanya I Ketut kepada mereka.


Tidak ada yang berani mengangguk. Semuanya memilih untuk menggeleng-gelengkan kepala mereka.


“Pernahkah binatang membuat senapan, meriam, bom dan tank agar lebih gampang membunuh manusia? Pernahkah manusia membuat bom atom? Bom nuklir?


Lagi-lagi mereka menggeleng-gelengkan kepala. Mereka belum pernah melihat seekor kera menenteng AK-47 atau menembak manusia. Yang mereka tahu bahwa Amerikalah yang menjatuhkan bom atom di Jepang.


“Nah sekarang kalau semuanya sudah jelas siapa yang senang merusak, siapa yang rakus dan serakah, siapa yang senang membuat rusuh, sekarang coba jawab mana yang lebih tinggi derajatnya binatang dibandingkan manusia?” I Ketut bertanya.


Mereka semua terdiam, semua menundukkan kepala, tetapi mereka diam tidak berani memberikan jawaban.