Hello Madé Wijaya!
Sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya, saya juga mengunjungi Pura Ped di Nusa Penida. Pura ini adalah pura yang sangat penting, meskipun tidak termasuk Sad Kahyangan. Kami menyebutnya ‘istimewa’. Namun biasanya bila kami mengatakan ‘ungkapan’ semacam itu maka sopir kami akan bilang: ‘Semua pura istimewa….” Pemandu sekaligus sopir kami, Seta, yang memang lahir di sana mengatakan banyak orang Bali yang datang ke Pura Ped. Or Peed.
Saya pernah baca bahwa hal ini karena suara yang bisa anda dengar, jika anda peka. Saya tidak mendengar apa-apa, begitu juga Fifi.
Namun kami melihat dari balik tembok pura ada seorang wanita Bali yang kerauhan, setelah menari beberapa saat. Mungkin karena suara itu. Dan ada wanita lainnya yang mengeluarkan suara aneh, hampir seperti tangisan. Jadi memang ada sesuatu di tempat itu Di pura itu terdapat empat pura, yaitu Pura Segara, Pura Taman, Pura Ratu Gede, dan Pura Penataran Agung.
Ada papan di dekat pintu masuk pura yang memperlihatkan rute yang mesti dilalui seseorang. Pemandu kami bilang supaya kami mengikuti dia. Dan kami menghaturkan persembahan di ke empat pura tersebut
Pura yang pertama adalah Pura Segara, pura yang paling dekat dengan laut. Dari sana akan terlihat pemandangan yang sangat bagus ke arah Gunung Agung, dan pada sisi yang lain tampak “Selat Badung".
Yang kedua adalah Pura Taman; di pura ini terdapat sebuah kolam hias yang penuh dengan teratai. Untuk menuju ke sana mesti melalui jembatan kecil yang pinggirannya berupa ukiran ular dengan kepala naga. Bagus sekali. Kami juga melihat ada seorang wanita yang sedang kerauhan.
Pura yang ketiga adalah Pura I Mecaling atau Ratu Gede. Ada kepercayaan bahwa Ratu Gede ini bisa menyebarkan wabah penyakit tetapi juga bisa melindungi anda dari wabah penyakit itu. Jadi pura ini dianggap paling keramat. Rasa takut dan rasa hormat pada saat yang bersamaan. Kebaikan dan Keburukan berbaur.
Dan yang terakhir adalah Pura Penataran. Seperti halnya pura-pura yang lainnya, pura ini juga terbuat dari bahan batu kapur.
Saya bertanya pada Seta apakah dia tahu arti kata “penida”. Setelah berfikir beberapa saat dia pun menjawab: dahulu kala ada orang-orang dari pulau Bali hijrah ke pulau yang kecil ini, khususnya mereka yang dari Sanur dengan memakai sampan kecil. Pada saat itu belum ada mesin untuk sampan. Jadi mereka harus mengayuhnya. Dan kayuh inilah yang disebut dengan “penida”.
Penduduk di pulau ini sangat ramah. Saat kami melewati desa-desa kecil sepanjang pantai kami melihat penduduk yang duduk-duduk di depan rumah mereka dan melambaikan tangan ke arah kami. Kami merasa seperti raja dan ratu saja.
Salam dari kami,
Hans and Fifi.
Sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya, saya juga mengunjungi Pura Ped di Nusa Penida. Pura ini adalah pura yang sangat penting, meskipun tidak termasuk Sad Kahyangan. Kami menyebutnya ‘istimewa’. Namun biasanya bila kami mengatakan ‘ungkapan’ semacam itu maka sopir kami akan bilang: ‘Semua pura istimewa….” Pemandu sekaligus sopir kami, Seta, yang memang lahir di sana mengatakan banyak orang Bali yang datang ke Pura Ped. Or Peed.
Saya pernah baca bahwa hal ini karena suara yang bisa anda dengar, jika anda peka. Saya tidak mendengar apa-apa, begitu juga Fifi.
Namun kami melihat dari balik tembok pura ada seorang wanita Bali yang kerauhan, setelah menari beberapa saat. Mungkin karena suara itu. Dan ada wanita lainnya yang mengeluarkan suara aneh, hampir seperti tangisan. Jadi memang ada sesuatu di tempat itu Di pura itu terdapat empat pura, yaitu Pura Segara, Pura Taman, Pura Ratu Gede, dan Pura Penataran Agung.
Ada papan di dekat pintu masuk pura yang memperlihatkan rute yang mesti dilalui seseorang. Pemandu kami bilang supaya kami mengikuti dia. Dan kami menghaturkan persembahan di ke empat pura tersebut
Pura yang pertama adalah Pura Segara, pura yang paling dekat dengan laut. Dari sana akan terlihat pemandangan yang sangat bagus ke arah Gunung Agung, dan pada sisi yang lain tampak “Selat Badung".
Yang kedua adalah Pura Taman; di pura ini terdapat sebuah kolam hias yang penuh dengan teratai. Untuk menuju ke sana mesti melalui jembatan kecil yang pinggirannya berupa ukiran ular dengan kepala naga. Bagus sekali. Kami juga melihat ada seorang wanita yang sedang kerauhan.
Pura yang ketiga adalah Pura I Mecaling atau Ratu Gede. Ada kepercayaan bahwa Ratu Gede ini bisa menyebarkan wabah penyakit tetapi juga bisa melindungi anda dari wabah penyakit itu. Jadi pura ini dianggap paling keramat. Rasa takut dan rasa hormat pada saat yang bersamaan. Kebaikan dan Keburukan berbaur.
Dan yang terakhir adalah Pura Penataran. Seperti halnya pura-pura yang lainnya, pura ini juga terbuat dari bahan batu kapur.
Saya bertanya pada Seta apakah dia tahu arti kata “penida”. Setelah berfikir beberapa saat dia pun menjawab: dahulu kala ada orang-orang dari pulau Bali hijrah ke pulau yang kecil ini, khususnya mereka yang dari Sanur dengan memakai sampan kecil. Pada saat itu belum ada mesin untuk sampan. Jadi mereka harus mengayuhnya. Dan kayuh inilah yang disebut dengan “penida”.
Penduduk di pulau ini sangat ramah. Saat kami melewati desa-desa kecil sepanjang pantai kami melihat penduduk yang duduk-duduk di depan rumah mereka dan melambaikan tangan ke arah kami. Kami merasa seperti raja dan ratu saja.
Salam dari kami,
Hans and Fifi.
********************************************************************************************
PURA SEGARA
********************************************************************************************
PURA TAMAN
********************************************************************************************
PURA PENATARAN AGUNG
********************************************************************************************
TOYA PAKEH