Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Penyimpenan, Pura Suci, Desa Bangkiang Sidem, Payogan

( a circa 10th century Rsi Markandya temple),

TWENTY BARONGATHON GATHERING ATTENDED BY UBUD ROYALS







Suasana di Jeroan (di dalam Pura)



Dalam sejarah perjalanan dari Tjampuan, Ubud ke Desa Taro Sri Markandya (sekitar Abad 9) sempat sembahyang di suatu tempat yang di anggapnya suci, berdekatan dengan Desa Bangkiang Sidem di utara Payogan, Ubud. Tempat itu kemudian hari di kramatkan dan dinamakan Pura Suci ── yang sampai sekarang, kurang lebih. 1200 tahun kemudian, tetap di upacarai dan sering.

Karena Sesuwunan (Barong) dari Desa Pekraman Ubud pernah meminta kayu untuk membuat Tapel/Pererai di Pura Suci. Puri Ubud dan rakyatnya seringkali hadir di upacara Penyimpenan Ratu Ngadeg Sesuunan Pura Suci.

Malam ini “Tjok Aca” dan Tjokorda Raka Kerthyasa hadir pada saat team Bali Luwih mengunjungi pura pada jam 19.00 s/d 2030



Tjokorda Raka Kerthyasa hadir di dalam prosesi

Upacara Penyimpenan Pura Suci, desa Bangkiang Sidem





Piodalan di Pura Suci jatuh pada hari Buda Paing Krulut, yang jatuh setiap tujuh bulan sekali, dimana piodalan Nadi ( besar ) jatuh setiap setahun sekali dengan Betera nyejer selama 10 hari.

Sesuhunan / Barong yang datang dari berbagai Pura dekat Ubud: Pura Taman Kaja, Pura Pekraman Lungsiakan, Pura Abian Ben Tuyung, Pura Pucak Payogan d.l.l. Warga setempat sangat rajin dan sangat seni. Seringkali di adakan Calonarang pada malan penyimpenan.







Prosesi Iringan Sesuhunan dari pura-pura yang datang dari Ubud













Para Sekeha Gong yang mengiringi Sesuhunan dari belakang







Para pemedek manunggu prosesi upacara













Suasana di luar pura saat pelaksanaan Upacara Penyimpenan





Komentar MW : Dengan wafatnya Cokorde Agung Suyasa tahun ini, sangat disayangkan karena beliau adalah salah seorang pengemong Pura Suci yang setia, yang mana beliau juga merupakan salah satu orang yang sangat peduli dengan kelestarian budaya dan tradisi Hindu tidak saja di Bali, khususnya juga sampai di luar Bali (Indonesia) . Beliau tidak dapat menyaksikan kemeriahan dan bakti masyarakat yang religius yang tangkil memenuhi Pura Suci di saat piodalan nadi berlangsung.



Kata Neng Limbur: “Rakyat senang kalau ada warga puri (habis mereka duweg mapayas (manis masih); dan warga puri punya kerja jadinya !)”.