dimuat pada Hello Bali Desember 2001
Hampir semua kabupaten yang ada di Bali memiliki Pura Luhur—secara harfiah diartikan sebagai pura yang tinggi—yang biasanya paling banyak dikunjungi oleh umat Hindu pada saat piodalan yang berlangsung selama tiga atau lima hari. Tanah Lot yang sangat indah dan Pura Goa Lawah, juga merupakan Pura Luhur. Tidak semua Pura Luhur berada di pantai, namun demikian, seluruhnya berada pada lokasi yang sangat menawan, yang biasanya ada hamparan airnya yang luas.
Pura Luhur, Uluwatu juga merupakan salah satu pura Sad Khayangan yang terpenting di pulau Bali, pura yang menjadi stana para dewa-dewi—dan di Pura Uluwatu yang berstana adalah Bhatara Rudra, dewa segala unsur dan kekuatan-kekuatan pelebur di alam semesta.
Pada abad ke-15 seorang pendeta, Dhang Hyang Dwijendra, yang merupakan pencetus dari agama Hindu-Dharma yang ada saat ini, memilih Pura Uluwatu sebagai tempat terakhirnya si marcapada: sejarah mencatat bahwa Dwijendra mencapai moksa (penyatuan dengan dewa, melalui satu sambaran kilat) ketika bertapa di Uluwatu. Pura ini dianggap, oleh para Brahmana di seluruh wilayah pulau Bali, sebagai ‘makam’ sucinya. Legenda juga mencatat bahwa Dwijendra merupakan arsitek dari pura yang megah tersebut, disamping pura-pura utama yang ada wilayah Bali, Lombok, dan Sumbawa.
Di belakang pelinggih utama pada salah satu halaman Pura Uluwatu, terdapat sebuah patung Brahmana yang seolah menghadap ke arah Samudra India—patung ini dianggap sebagai representasi dari Dwijendra. Di dala pelinggih lain di dalam lingkungan pura, terdapat sebuah perahu yang dipercaya merupakan perahu yang digunakan oleh Dwijendra menyebrang dari pulau yang dulu dikenal sebagai Jawa-Hindu. Menurut legenda, dia tiba di Pura Peti Tenget yang berada di bagian utara Kuta.
Pura ini sekarang seolah berbaring dengan tenang di bawah bukit?sebuah kenyataan berupa tempelan/‘kosmetik’ batu kapur dan taman hias jalan (seolah Dwijendra tidak memiliki sebuah warisan agung dalam desain lansekap). Namun kenyataan lain, bahwa daya tarik yang sangat besar yang dimiliki Pura Uluwatu saat ini yakni: 100,000 pemedek datang bersembahyang setiap harinya selama odalan?sebuah lonjakan yang sangat tinggi dibanding jumlah yang kecil ketika masih harus menerobos hutan kawasan Bukit pada masa lampau untuk sampai di sana. Pantai Uluwatu juga dikenal untuk kegiatan selancar dan di sejumlah penginapan yang ada di sekitarnya, merupakan tempat pesta gila-gilaan saat bulan purnama. Kegiatan yang sangat ‘luar biasa’ juga berlangsung di dalam pura, namun dengan cara yang lebih teratur, hal ini berkat keluarga bangsawan dari Puri Agung Jeoro Kuta, Denpasar, yang secara turun-temurun telah menjadi pelindung (pangemong) bagi pura ini. Beratus-ratus keluarga puri dan abdi (pengayah) dan pemangku dari desa sekitar, memastikan bahwa setiap tujuh bulan (pada Anggar Kasih Medangsya sesuai penanggalan Wuku), piodalan dilaksanakan dengan baik dan megah. Puri sangat bangga dengan peran yang diemban oleh para pendahulunya: mengatur persediaan lperbekalan yang sesuai dengan kehormatannya.
Setiap tahun kita dapat melihat adanya perubahan. Tahun ini para pemangku dari puri, yang mantranya mengiringi kedatangan para pemedek, terdengar lebih seperti komentator pada sebuah pertandingan balap dan jauh dari suasana kidmat. Namun semangat yang seperti inilah yang memang dimiliki oleh pulau Bali, beradaptasi dengan waktu, agar semuanya terus berjalan.