Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Pemenang Bulan ini Untuk
"Newsletter Yang Paling Menghina Bagi Orang Indonesia."


Dari: Wijaya

Tanggal: Sabtu, Sep 27, 2008 10:33
Judul: CONGRATULATIONS!!
Re: BuGils Bali newsletter: Bank staff prefers carreer in new BuGils Bali bar
Kepada: unibind (at) ***.net.id
Cc: Putu Semiada, Putu Suasta, Wayan Juniarta
Dengan hormat,
Super-Bule Bermata Remang

SELAMAT!!! Anda telah memenangkan Piala "Bule Brengsek Bulan Ini" dari BALILUWIH.BLOGSPOT.COM untuk penggambaran anda yang sangat melecehkan terhadap orang-orang Indonesia yang hanya sebagai penggila bir dan perempuan pelayan bar yang bodoh!

(Bayangkan, Pemalas, bagaimana perasaan orang-orang Indonesia yang dapat berbahasa Inggris jika membaca newsletter seperti yang anda kirim!!!)

Sebagai informasi: Divisi WasgulBuleBrengsek BaliLuwih dipersembahkan untuk menyorot kemalasan komersil ekspatriat (PELECEHAN CITRA INDONESIA). Nama BuGils mungkin saja menghibur, namun newsletter promosional anda yang sangat murahan telah menampar supremasi dan kolonialisme kulit putih.

Hormat kami,

Pintor B. Sirait

Pelindung
Baliluwih.blogspot.com

Dari: Bartele <bartele (at) bugils.com>
Judul: BuGils Bali newsletter: Bank staff prefers carreer in new BuGils Bali bar
Kepada: Wijaya <wijaya2 (at) ***.com.au>
Diterima: Jumat, 26 September, 2008, 14:07

Hi sobat,

Akhirnya satu kabar lagi dari kami! Ya, kamu masih ada dalam daftar kami.

Banyak hal terjadi sejak terakhir kali saya mengirim kabar mengenai pencarian saya akan rumah yang pernah dihuni Obama ketika tinggal di Jakarta. Minggu lalu akhirnya saya menemukannya juga. Sekarang saya sedang bernegosiasi dengan pemilik bangunan yang sekarang untuk mengetahui kemungkinan membuka 'Sweet Home Obama Bar' (Bar Rumah Kecil Obama)

Pemilik saat ini bernama Abu Bakar, jadi saya pikir saya tidak akan mungkin menjual banyak bir di sana. Namun kopi dan sedikit stroopwafels -setengah coklat dan setengah putih- mungkin masih bisa.

Silahkan buka newsletter ini dan terus nantikan kabar-kabar dari Indonesia. Hidup semakin indah di sini!

Dalam newsletter ini cerita saya akan berkisar pada pelanggan pertama kami di BuGils Bali (NB. BuGils Jakarta masih akan tetap dibuka hingga akhir tahun ini) dan beberapa pranala (links) ke cerita-cerita menarik lainnya.

Enjoy!
http://bugilsbali.com/news/newsletter1.html



Beberapa minggu yang lalu saya membuka satu bar lagi, namun kali ini di Bali. Setelah penundaan beberapa bulan dan sedikit tekanan, akhirnya kami bisa melihat pelanggan pertama berkunjung. Tentu saja para staf yang baru direkrut sedikit gugup, terutama karena bosnya yang cerewet sedang duduk di bar. Booming arus turis ke Bal menyebabkan staf-staf yang lebih berpengalaman telah dipekerjakan oleh usaha-usaha yang sudah mapan, karenanya saya harus merekrut orang-orang yang lebih tidak berpengalaman. Kebanyakan tidak dapat berbicara sepatah katapun dalam bahasa inggris, namun, sama halnya dengan staf saya pada tahun-tahun pertama di BuGils Jakarta.

Bahkan dengan lampu neon yang penuh warna dan agak kontroversial, tak satupun yang memperhatikan keberadaan kami di Jalan Dewi Sartika. Saya kemudian mengambil segelas bir, segelas lagi, dan, parahnya, mulai cemas. Apakah pemilihan lokasinya salah? Apakah konsepnya kurang mengena? Akhirnya saya beralih ke anggur. Tak terasa beberapa jam berlalu. Rasa tegang yang saya rasakan beralih dari gelisah menjadi kebosanan. Saya memperhatikan diam-diam pelayan-pelayan mengecek handphone mereka. Petugas di dapur mengintip dari balik jendela.

Sore itu sangat panas dan banyak bus hilir mudik membawa turis, yang baru saja turun dari pesawat, dengan mata yang terbelalak, leher yang terjulur keluar menikmati pemandangan yang baru bagi mereka. Saya kemudian beranjak ke teras dan seolah ingin berteriak: "BUGIIIILS!", tapi tidak, saya sadar jika saya orang Frisia. Kami tidak dapat mengekpresikan emosi dengan begitu mudah dan akhirnya saya kembali lagi ke bar.

Kali ini saya meneguk Captain Morgain Coke. 'Kapten siapa!?' tanya si pelayan dengan rona tidak percaya. Tangan saya menunjuk ke botol. Dia kemudian mengambilnya dan memperhatikan dengan seksama. 'Oooh...', kata dia. Sekarang dia mengerti jika Captain Morgan adalah merek minuman, bukan seorang expatriat yang tidak bermoral. Gadis yang lain mendekat dan ikut memperhatikan label minuman tersebut. Saya tidak berkata apa-apa. Bertiga, pelayan-pelayan tadi mencari gelas yang mereka anggap pantas untuk minuman Captain Morgan. Satu orang mengangkat gelas minuman berleher tinggi dan yang lainnya mengangguk seraya setuju. Ketika salah satunya menuang minuman ke dalam gelas, yang lain memperhatikan minuman tersebut dengan seksama, beralih ke saya, dan kembali lagi ke minuman. Dia menuang gelas hingga hampir penuh dan tidak sadar untuk menyisakan ruang bagi es dan coke. Ketika saya menunjuk ke gelas, dia akhirnya menyadari kesalahannya dan mulai menuang kembali minuman tersebut ke dalam botol. Pertunjukan yang sangat menarik, dibandingkan memandang ke ruang bar yang kosong. Saya mengirim sms ke Widi, bartender utama di BuGils Jakarta, dan memberi dia 'liburan' dengan uang saku ke Bali.

Tiba-tiba gadis-gadis tersebut diam dan memandang ke pintu masuk. Saya juga ikut menoleh. Pelanggan pertama kami baru saja masuk. Seorang asing yang berumur sekitar 30 tahun, membawa tas ransel, dia berhenti sejenak dan memandang sekeliling. Para petugas dapur berkumpul dan melihat melalui jendela dapur. Si turis terlihat ragu-ragu dan merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian. 'Apa kalian punya makanan?' Tanya dia. Semua terdiam untuk beberapa lama. Kemudian saya menyadari jika staf saya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pelanggan kami. 'Ya! Silahkan duduk!' Jawab saya. Dia kemudian menaruh tasnya yang cukup berat dan duduk di sudut dekat jendela, menjauh dari bar - dan wajah-wajah yang memperhatikannnya.

Dia memesan steak. 'APA!?' Reaksi Lulu tidak hanya berupa 'maaf, apa?' tidak, tapi sebuah 'APA!?' yang sangat keras dan lantang. Pria tersebut tidak yakin apakah dia mengatakan hal yang salah, dan dengan sedikit khawatir, menggunakan aksen Australia yang kental, mengulang pesanannya: 'Steak, cukup, tolong...' Lulu sedikit membungkuk seolah tidak dapat mendengar si pria malang tersebut dengan jelas. 'APA!? MELBOURNE..!?' Lulu sebelumnya bekerja sebagai tenaga pemasar kartu kredit BCA atau entah bank mana, namun karena dia tidak pandai berbahasa Inggris kontraknya tidak diperpanjang. Dia tertawa sendiri dengan reaksinya. Gadis-gadis yang lain juga menyambutnya dengan tertawa. Lulu akan baik-baik saja di BuGils, menurut saya. Dengan bantuan salah seorang pelayan berpengalaman, steak yang dipesan oleh pelanggan kami akhirnya dapat dilayani dengan baik.

Saya tidak yakin apakah dia akan kembali, karena banyak staf yang memandang ke arah dia saat dia makan. Tidak masalah. Para staf sudah melayani pelanggan mereka yang pertama dan menerima tip untuk pertama kalinya. Kami tutup agak larut malam itu, dengan cognac di tangan, saya duduk di teras. Satu lagi bayi BuGil telah lahir.

Sejumlah bis mengangkut wisatawan menuju bandara. Mata para wisatawan itu kelihatan kuyu, dagu mereka tertunduk. Saya perhatikan, lewat kilatan cahaya biru bus, wajah mereka kemerah-merahan. Mereka dalam perjalanan pulang kembali ke tempat asal mereka. Tidak tahu, kenapa, kerengkongan seperti terjepit lalu akhirnya saya berteriak sekeras-kerasnya: ‘BUGIIIIILS!’.

Tiga dari delapan staf saya tidak datang keesokan harinya, mungkin mereka berfikir bahwa bos mereka bukan saja mabuk, tapi juga bule gila. Suatu hari saya mesti naik bus itu, tapi untuk saat ini mata saya kelihatan kuyu, dagu saya masih mendongak.

Saya harap kita bisa ketemu di BuGils Bali. Cobalah steaknya! Lulu akan menyajikannya untuk anda


Diterjemahkan oleh: Andi L. Jayadinata dan Putu Semiada
Sumber: http://bugilsbali.com/news/newsletter1.html