Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, ‘Jegeg’, di harian Bali Post, Minggu, 6 Februari 2011, oleh I Wayan Juniartha. Diterjemahkan oleh Putu Semiada


Jegeg (Cantik)

Wanita yang bagaimanakah yang disebut cantik (jegeg)?”

Baru kali ini Ni Luh Makin Digosok Makin Sip melemparkan topik diskusi kepada karma sekaa tuak nya.

“Yang disebut cantik adalah wanita yang sifatnya menyerupai bunga sandat, yakni meskipun warnanya tidak menyala, akan tetapi harumnya sangat semerbak, taat sama orang tua, sayang dengan suami, pintar mengurus anak, pintar membuat makanan, dan pintar membuat sesaji, serta pintar bergaul. Intinya, cantik bukanlah semata-mata masalah body, namun merupakan urusan watak dan perilaku, inner beauty,” kata I Made Mata Keranjang.

Mereka semua tertawa terkekeh-kekeh mendengar jawaban I Made. Tidak ada yang percaya dengan kata-katanya karena kelas omongannya sama dengan politisi, anggota Dewan, Gayus Tambunan, Ariel Peterpan dan pencuri pretima. Kelas mulut karatan (bungut maong), “selalu ada dusta diantara kita.”

“Ehm, jika memang urusan cantik adalah urusan perilaku , lalu kenapa Bli Made sering sekali memukul istri Bli yang baik (polos) itu? Lalu kenapa Bli juga suka pergi ke kafe remang-remang sembari meremas-remas CO yang cantik yang body nya seksi,” Ni Luh bertanya dengan keras.

I Made cuma bisa tersenyum nyegir tetapi tidak menjawab. Dia memang hafal betul urusan wanita. Jika wanita marah jangan pernah ditanggapi. Lebih baik diam, lanjutkan saja minum tuak dan makan lawar unggas.

“Wanita yang cantik adalah wanita yang bisa menjaga diri di jaman yang susah ini. Bisa bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, sekaligus bisa menjadi ibu rumah tangga yang cekatan, masih masih bisa membuatkan kopi untuk suami. Karir bagus, keluarga tidak terlantar, kata I Wayan Lintah Benalu.

I Wayan adalah seorang pengangguran intelektual (orang yang senang berbicara, merasa diri paling banyak tahu, tetapi tidak bisa mengambil kerjaan apapun). Kerjanya cuma jongkok sana jongkok sini saja. Paginya dia duduk-duduk menunggu hidangan kopi panas dan nasi matang, siangnya duduk-duduk di gang di depan rumah sambil mengelus-ngelus ayam jago, sorenya duduk-duduk di warung tuak. Justru istrinyalah yang sibuk membanting tulang bekerja keras agar bisa membelikan I Wayan kopi, dan membelikan makanan ayam untuk ayam jagonya I Wayan, beras serta vitamin.

“Waduh, alangkah enaknya kalian menjadi lelaki Bali seperti halnya Bli Wayan. Artinya, kalau menurut Bli Wayan, wanita cantik adalah wanita yang mau menjadi budak, begitu? Siang malam mencari nafkah, terus sesampai di rumah mesti melayani suami yang kerjanya cuma duduk-duduk dan tidur. Jika tidak mau seperti itu maka akan dibilang wanita yang tidak mengerti kodrat, istri yang tidak tahu kewajiban, lalu dicarikan selingkuhan?” lagi-lagi Ni Luh mengeluarkan amarahnya.

Tidak ada yang berani menjawab. Sebagian ada yang berfikir perkataan Ni Luh memang benar. Ada juga yang takut karena mereka tahu yang mempunyai warung adalah Ni Luh. Mereka takut jika salah bicara bisa-bisa nanti Ni Luh mencampur tuaknya dengan methanol. Maunya mencari kesenangan tetapi malah terkapar di rumah sakit.

Dari dulu cantik dan tidak cantik bukannya ditentukan oleh wanita. Jika tidak oleh para lelaki yang menentukan cantik dan tidak cantik (cantik artinya wajah yang ayu, body yang seksi, susu besar, betis mulus), maka perusahaan-perusahaan komersil yang menentukan — mulai dari perusahaan sampo, parfum, jamu pelangsing badan hingga body lotion — (rambut yang cantik adalah rambut yang lembut, sosoh, panjang hitam, kulit yang cantik adalah kulit yang putih; pinggul yang cantik adalah pinggul yang panjang; jika mau cantik harus memakai baju merek ini, BH merek itu, sepatu merek ini, bedak merek itu! Artinya, kalau kulit hitam, badan gemuk, rambut keriting, susu kecil, jelas dianggap tidak cantik.

Jadi laki-laki menentukan cantik atau tidak berdasarkan kebutuhannya; perusahaan-perusahaan menetukan standar kecantikan agar mendapat uang lebih banyak dari para wanita yang berlomba-lomba membeli produk karena ingin cantik.

“Mulai sekarang akulah yang menentukan apa itu cantik,” kata Ni Luh dengan galaknya.

Tidak ada yang berani menjawab.