Gresik United In Future, Good Suggestion for You

Diambil dari kolom ‘Bungklang Bungkling’, 'JAMU’, di harian Bali Post,

Minggu, 30 Agustus 2009, oleh I Wayan Juniartha.


Diterjemahkan oleh Putu Semiada






(silahkan klik untuk membacanya/detailnya)



==================================================================





J A M U



Jamu apakah yang paling enak?

“Sebenarnya yang paling enak bukanlah jamunya, tetapi penjualnya,” seloroh I Madé Jaruh Paruh (I Madé Otak Ngeres).

Matanya sayu, senyumnya nakal.

Para anggota peminum tuak semuanya menggeleng-gelengkan kepala. Mereka kagum terhadap I Madé karena topik apapun yang dibicarakan dia akan berusaha mengarahkan ke hal-hal yang porno.

“Kalau aku mendapat dagang jamu, maka rasa letih, lesu, lemah syahwat, serta masuk angin akan hilang. Hanya masalahnya rematik pada lutut saya kumat karena terus mesti ‘bekerja keras’,” tambah I Madé.

Lagi-lagi anggota para peminum tuak geleng-geleng kepala. Kalau I Madé diberikan kesempatan berbicara, bisa-bisa sampai pagi I Madé akan membicarakan hal-hal yang porno.

“Yang paling enak sebenarnya adalah beras kencur, apalagi kalau ditambahkan es, bisa membuat lidah menari-nari,” I Wayan Basang Bedag (I Wayan Perut Buncit) menyela.

Pada dasarnya mereka sedang membicarakan masalah pengobatan herbal. Maklum ongkos dokter dan biaya menebus obat di apotik semakin mahal.

“Sekarang, jika kita sakit perut dan pergi ke dokter, pasti kita disuruh menebus obat di apotik. Memang sakit perut kita hilang, tapi sakit kepalanya mucul karena pusing memikirkan biaya untuk dokter dan menebus obat,” kata I Wayan.

Itu namanya menghindari tukang kredit tapi malah bertemu dengan tukang pukul.

“Sekarang aku minum ‘loloh’ kayu manis (jamu segar dari daun kayu manis) setiap pagi dan malamnya minum ‘arak’ supaya badanku hangat,” I Wayan bercerita.

Mereka semua menggeleng-gelengkan kepala. Zaman semakin krisis, sepertinya semua orang mesti berhemat. Biasanya membawa Hp empat, sekarang cukup dua saja. Biasanya minum multivitamin impor, sekarang cukup telur yang didapat dari ayam yang dipeliharanya di rumah.

“Apalagi mencari kayu manis gampang sekali, aku tinggal memetik saja di ladang. Jadi tidak perlu biaya besar untuk membuat loloh, paling perlu biaya untuk membeli gula dan asam saja,” I Wayan bercerita.

Bagi I Wayan, membikin loloh juga tidak perlu mengeluarkan tenaga, karena yang memetik daun, meremas daun hingga jadi adalah istrinya sendiri.

“Apalagi sekarang jamu dan obat-obatan herbal tradisional semakin kelihatan manfaatnya, dan tidak kalah khasiatnya,” I Kadek Boreh Anget (I Kadek Jamu Manjur) menyela.

Bahkan sudah ada obat tradisional yang bisa menyembuhkan penyakit ganas, seperti kanker dan diabetes.

“Semestinya kita semua bersama-sama belajar masalah obat tradisional, semacam boreh (semacam parem), loloh dan jamu. Siapa tahu suatu saat kita tidak membutuhkan obat impor lagi.”

Mereka mengangguk-angguk, kecuali I Madé.

“Waduh, jangan keras-keras ngomong masalah ini. Jika memang loloh, boreh dan jamunya benar-benar mujarab, sebentar lagi akan dicuri oleh Malaysia lalu dipatenkan dan diakui sebagai miliknya,” I Madé menyela.

Jika jamunya sampai mejadi milik Malaysia, tentu susah buat I Madé mendapatkan penjual jamu lagi.

“Jika penjual jamunya hanya bisa berbahasa Melayu, bagaimana caranya aku mesti merayunya?”